Monday, July 30, 2012

Penderita Epilepsi Bolehkah Hamil ?

Wanita penyandang epilepsi diperbolehkan hamil dan memiliki anak. Yang terpenting, dia rutin konseling sebelum masa kehamilan untuk mengontrol bangkitan dan menghindari potensi komplikasi.
Bagi wanita penderita epilepsi, mungkin masih bertanya tanya apakah boleh hamil dan memiliki buah hati.Jawabannya tentu saja boleh,asalkan rajin berkonsultasi ke dokter pada saat pra-kehamilan.Karena tatalaksana epilepsi harus ditelusuri kembali dengan seksama sebelum akhirnya mengandung.

“Dengan bekerja sama dengan dokter,maka risiko terhadap anak dapat diminimalkan,” kata Ketua Kelompok Studi (POKDI) Nasional Epilepsi Dr dr Kurnia Kusumastuti SpS (K) saat seminar media bertema “Tatalaksana yang Tepat Sangat Diperlukan untuk Mengontrol Serangan pada Penyandang Epilepsi (PE) Wanita dan Anak” di Hotel The Ritz Carlton, Mega Kuningan,Jakarta. Kurnia mengungkapkan, kehamilan pada pasien epilepsi memang meningkatkan sejumlah risiko.

Penelitian telah membuktikan,terdapat peningkatan risiko komplikasi obstetri pada penyandang epilepsi dibandingkan dengan kehamilan normal. Beberapa jenis obat antiepilepsi (OAE) disebut-sebut memberikan risiko cacat janin lebih besar daripada yang lainnya. Selain itu,sekitar 23%– 30% wanita penderita epilepsi yang sedang hamil,bangkitan atau serangan kejang-kejangnya akan meningkat.Namun, sebagian besar dari mereka merasakan tidak ada perubahan tentang frekuensi bangkitannya.

Dalam menghadapi kehamilan risiko tinggi seperti ini,lanjut dia,maka dibutuhkan penanganan secara terpadu antara ahli kebidanan dan ahli saraf agar pasien dapat bebas dari bangkitan. Selain itu,juga bantuan ahli anak untuk memantau adanya gangguan perkembangan dan kelainan kongenital.“ Bisa dengan mengurangi dosis obat,mengubah obat,dan menambahkan vitamin atau suplemen yang mengandung asam folat,”ujar Kurnia.Asam folat,kata Kurnia, dikonsumsi sebelum konsepsi atau tiga bulan pertama kehamilan.

Sangat disarankan untuk mengontrol bangkitannya sebelum terjadi kehamilan.Frekuensi bangkitan epilepsi biasanya dipengaruhi oleh perubahan kadar hormon dalam tubuh wanita,yakni estrogen dan progesteron.Hormon estrogen membuat otak lebih mudah mengalami bangkitan, sebaliknya hormon progresteron menyebabkan otak lebih sulit mengalami bangkitan.

“Untuk mengurangi bangkitan, usahakan hanya mengonsumsi satu jenis OAE,” sebut Kurnia.Namun,dia meminta untuk tidak terlampau khawatir karena lebih dari 93% wanita penyandang epilepsi menghadapi kehamilan normal dan janin yang sehat. Saat melahirkan,Kurnia menjelaskan,harus dilakukan di klinik atau rumah sakit yang mempunyai fasilitas perawatan epilepsi dan unit perawatan intensif untuk bayi.Persalinan dapat dilakukan secara normal tanpa operasi dan selama persalinan OAE masih tetap harus dikonsumsi.

Dianjurkan juga untuk tetap menyusui bayinya. Adanya OAE dalam air susu ibu jarang menimbulkan masalah pada bayi.“Namun, apabila bayi terlihat mengantuk terus,maka konsultasi kepada dokter harus dilakukan,”ujar dia. Perlu diingat,lanjut dia, menyusui merupakan pekerjaan yang melelahkan dan kurang tidur.Hal ini dapat mencetuskan bangkitan. Oleh karena itu,ibu pasien epilepsi perlu memperhatikan dengan seksama waktu istirahat, misalnya dengan “mencuri”waktu tidur siang.

Selain itu,perlu berhati-hati dalam merawat bayi.Memberi makan atau mengganti baju bayi sebaiknya di lantai dan bila sendirian di rumah,jangan memandikan bayi, cukup diseka saja dengan waslap. Ikatkan kereta bayi ke badan ibu dengan tali yang kuat agar tidak mudah jatuh dan ikatkan anak ke badan ibu dengan tali yang kuat,bila anak berada di luar kereta bayi.“Jangan lupa,letakkan OAE di tempat yang aman. Anak cenderung meniru perilaku ibunya. Dikhawatirkan anak akan meminum OAE tersebut,” imbuh Kurnia.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO),epilepsi menyerang 1% penduduk dunia. Apabila Indonesia berpenduduk 240 juta,maka jumlah keseluruhan penyandang epilepsi di Tanah Air mencapai 2.400.000 orang.Setengah dari pasien epilepsi adalah wanita. Sebuah studi menunjukkan, dari semua jumlah wanita hamil didapatkan antara 0,3%–0,5% adalah penyandang epilepsi dan 40% di antaranya masih dalam usia reproduksi.Kurnia mengutarakan,penanganan penyandang epilepsi wanita memang butuh perawatan khusus.Itu tak lain karena fluktuasi hormonal dalam tubuh kaum hawa,seperti saat pubertas,menstruasi, dan menopause.

“Meskipun hormon pada umumnya tidak menyebabkan munculnya bangkitan epilepsi, namun hormon dapat memengaruhi terjadinya bangkitan kepada penyandang rendra hanggara_epilepsi wanita,”ucapnya.
 Sumber Data : Seputar Indonesia

0 comments:

Post a Comment