Sunday, January 25, 2015

KONSEP DAN KAJIAN LINGUISTIK ALIRAN LONDON (ALIRAN FIRTHIAN)

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

KONSEP DAN KAJIAN LINGUISTIK ALIRAN LONDON
(ALIRAN FIRTHIAN)
Pendahuluan
            Fokus pembahasan ini adalah mengkaji konsep dan kajian linguistik aliran London (Aliran Firthian). Namun, guna memudahkan dalam memahami konsep maupun kedudukan aliran tersebut dalam ragam aliran linguistik maka dipandang penting untuk menyinggung beberapa hal terkait sehingga tampak sebagai satu alur berpikir. Hal-hal yang dimaksud adalah pengertian aliran linguistik, beberapa aliran linguistik, aliran linguistik Firthian, kontribusi aliran  aliran linguistik Firthian bagi kebahasaan, dan kesimpulan. Pembahasan dimulai dari pengertian aliran linguistik.
1.  Pengertian Aliran Linguistik
            Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau telaah ilmiah mengenai bahasa Sedangkan aliran linguistik adalah paham atau pendapat tentang ilmu bahasa. Linguistik dapat digolongka ke dalam beberapa cabang, di antaranya linguistik deskriptif, linguistik historis, linguistik historis-komparatif, linguistik komputasi, dan linguistik terapan.
            Linguistik  deskriptif, yaitu bidang linguistik yang menyelidiki sistem bahasa pada waktu tertentu. Arti lain, pendekatan linguistik dengan mempergunakan teknik penelitian lapangan dan tata istilah yang sesuai untuk bahasa yang diselidiki.  Linguistik historis adalah  cabang linguistik yang menyelidiki perubahan-perubahan jangka pendek dan jangka panjang dalam sistem bunyi, gramatika, dan kosakata satu bahasa atau lebih.
Linguistik historis-komparatif merupakan bidang linguistik yang menyelidiki perkembangan bahasa dari satu masa ke masa yang lain. Linguistik komputasi ialah cabang linguistik yang mempergunakan teknik komputer dalam penelitian bahasa dan kesusasteraan, antara lain dengan menggunakan mesin penerjemah. Sedangkan linguistik terapan merupakan istilah umum bagi pelbagai cabang linguistik yang memanfaatkan deskripsi, metode, dan hasil penelitian linguistik untuk pelbagai keperluan praktis (KBBI, 1995:596).
2. Beberapa Aliran Linguistik
            Secara singkat dapat disebutkan beberapa aliran linguistik, yaitu aliran Praha, aliran strukturalisme (Amerika), dan aliran London. Aliran Praha didirikan oleh sekelompok linguis dari Czechoslovakia dan negara-negara lain yang tergabung dalam The Linguistic Circle of Parague. Tokoh-tokoh penting dalam aliran ini, yaitu: Vilem Mathisius (1882-1945), Prince Nicolai Sergeyevich Trubeckoj (1890-1939), Andre Martinet (1908), dan Roman Jakobson (1896).
Aliran strukturalisme dikembangkan oleh para linguis dari Amerika, seperti Leonard Bloomfield (1887-1950), Edward Sapir (1884-1939), dan Franz Boas (1858-1942). Strukturalisme adalah gerakan linguistik yang berpandangan bahwa hubungan antara unsur-unsur bahasa lebih penting daripada unsur-unsur itu sendiri, satu-satunya objek bahasa adalah sistem bahasa, dan penelitian bahasa dapat dilakukan secara sinkronis (KBBI, 1995:965). Selanjutnya, aliran London di bahas di bawah ini.
3. Aliran Linguistik London (Firthian)
            Aliran linguistik London (Firthian) terdiri dari dua aliran yang berkaitan. Aliran pertama disebut aliran Firthian. Sedangkan aliran kedua yang sebenarnya merupakan pengembangan dari aliran Firthia, yaitu aliran neo-Firthian. Siapa tokoh dan bagaimana gagasan mereka tentang linguistik?
3.1 Tokoh Aliran Linguistik London (Firthian)
       Tokoh atau pelopor aliran Firthian adalah John Rupert Firth. Pengikut aliran Firth disebut kaum Firthian. Firth adalah seorang linguis atau ahli linguistik aliran London. Dia adalah guru besar General Linguistik pada Universitas London dari tahun 1944 sampai dengan 1956. Alirannya di kemudian hari dikembangkan oleh murid Firth yang bernama Halliday. Aliran Firth yang dikembangkan oleh Halliday dikenal dengan sebutan Neo-Firthian (Busri, 2008:18-19,22).
3.2  Teori Linguistik London (Firthian)
3.2.1 Objek Kajian
Menurut Firth, objek yang dikaji dalam linguistik adalah pemakaian bahasa secara aktual. Sebab, pemakaian bahasa adalah salah satu bentuk kehidupan manusia dan tuturan dilarutkan dalam hubungan antara anggota masyarakat. Firth menyadari bahwa istilah bersifat idiosinkritik (Busri, 2008:18-19).
Idiosinkritik adalah penyimpangan kaidah gramatika pada ragam bahasa seseorang atau sekelompok orang sebagaimana terjadi. Misalnya, pada ujaran anak yang sedang  memperoleh bahasa atau belajar bahasa kedua (KBBI, 1995:366).  
3.2.2 Titik Berat Teori Firth
            Menurut Hasan Busri, ada empat hal yang menjadi titik berat teori Firth, yaitu: (1) komponen sosiologi, (2) teori makna, (3) analisis makna dalam bahasa level, struktur, sistem, dan (4) teori fonologi (2008:19).
3.2.2.1 Komponen sosiologi
                        Sehubungan dengan komponen sosiologi dalam kajian linguistik, John Rupert Firth mengembangkan gagasan Baronislaw Malinowski tentang bahasa. Baronislaw Malinowski menyatakan pentingnya menempatkan kata-kata dalam konteks keseluruhan ujaran pada situasinya. Inilah yang disebutkan dengan the context of situation. Bagi Malinowski konteks ini merupakan lingkungan fisik sebenarnya darisatu ujaran.
            Firth juga memakai istilah context of situation namun dengan makna yang lebih umum dan abstrak. Bagi dia konteks tersebut adalah arena hubungan-hubungan (field of relation), yaitu hubungan antara orang-orang yang memainkan peran dalam masyarakat, kata-kata yang mereka ujarkan, dan objek-objek lain, kejadian-kejadian dan seterusnya yang ada hubungannya dengan orang-orang dan ujaran itu.
            Dalam kajian hubungan bahasa dan konteks sosial, Firth menolak formalism structural yang statis yang ditekankan pada perbedaan langue dan parole dari de Saussure. Dengan ungkapan lain, bahasa seharusnya dikaji sebagai bagian dari proses sosial, sebagai suatu bentuk kehidupan manusia, tidak hanya sekedar seperangkat tanda-tanda arbitrer atau sewenang-wenang (Busri, 2008:19).
3.2.2.2 Teori Makna
             Konsep tentang makna dari Firth adalah sosial dan behavioral. Kata-kata menjadi bagian dari kebiasaan, dan makna yang timbul pada kata-kata itu adalah pola-pola tingkah laku, dan dalam pola ini kata-kata tersebut mempunyai fungsi koordinasi. Kata-kata mengacu pada sesuatu dan situasi yang disebut directive reference. Dalam bahasa lisan, makna melibatkan tiga hal, yaitu: sikap terhadap acuan, sikap terhadap lawan tutur, sikap terhadap tujuan dari suatu ujaran.
            Ada gagasan dasar yang lain tentang hakikat bahasa dan pemeriannya yang secara langsung dihubungkan dengan pandangan Malinowski tentang makna, yaitu bahasa antara lain: (1) kalimat adalah data bahasa yang paling dasar; (2) kata merupakan abstraksi sekunder. Ia membatasi kalimat sebagai sebuah tuturan yang diikat oleh jeda yang dapat didengar.  Bagi Malinowski, kalimat adalah piranti sosial yang sangat penting. Makna tuturan dalam lingkungan tertentu dapat dilihat akibatnya dalam lingkungannya, kemudian baru dipilih tuturan manakah yang patut terus dipertahankan dan mana yang tidak (Busri, 2008:20).
3.2.2.3 Analisis makna dalam bahasa level, struktur, sistem.
            Dalam bidang sintaksis Firth mengembangkan Teori Sanding Kata atau istilah lainnya collocation. Yang dimaksud collocation adalah dua kata atau lebih yang dianggap sebagai butir-butir kosakata sendiri, dipakai sandingan antara satu dan lainnya yang lazim dalam bahasa tertentu. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kata renta bersanding kata dengan tua, kata belia bersanding kata dengan muda. Hal ini menunjukkan bahwa butir-butir leksikal itu satu sama lainnya berkaitan.
            Menurut Firth, kaitan antara butir-butir leksikal terungkap dalam tiga bentuk, yaitu:  probalistik, implication, dan conceptual.  Hubungan probalistik leksikal dikenal dengan teori sanding kata dari makna kosakata (collocation theory of lexical meaning). Contoh, sebagian kata malam untuk bisa atau mungkin bersanding kata dengan kata gelap.
            Hubungan yang mungkin dimasuki butir-butir bahasa tersebut dspst dibsgi dua, yaitu: (1) hubungan formal, dan (2) hubungan situasional. Hubungan formal artinya hubungan antara satu butir formal dan yang lainnya, misalnya hubungan anatara kosakata dengan sanding katanya atau hubungan sintaksis dengan kategori-kategori gramatik. Sedangkan hubungan situasional adalah hubungan antara butir-butir bahasa dengan unsur-unsur non-verbal dari situasi ujaran. Oleh karena itu, kita mengenal adanya makna formal (formal meaning) dan makna situasional (situational meaning).
            Makna formal adalah makna yang diperoleh satu butir kategori gramatik dalam hubungannya dengan butir gramatik lainnya pada level sintaksis. Sedangkan makna situasional adalah hubungan antara butir-butir atau kategori-kategori dengan segala unsur yang ada di luar bahasa. Misalnya, situasi sosial.
            Pada pokoknya dapat dikatakan bahwa bahasa itu sistemik-tersusun atas system-sistem terdiri dari komponen-komponen bahasa yang satu dan lainnya saling berhubungan. Dengan demikian bahasa itu terdiri atas struktur dan sistem. Struktur dan semua derivasinya semata-mata mengacu pada hubungan sintagmatik, sedangkan system dengan derivasinya diterapkan pada hubungan paradigmatik. Struktur yang dimaksudkan adalah tertib unsur-unsur secara horisontal. Sedangkan sistem adalah seperangkat unit-unit secara vertikal yang dapat dipakai dalam suatu struktur tertentu. Dengan analogi seperti ini, dalam bidang sintaksis ditemukan struktur seperti SPO,  yaitu Subjek, Predikat, Objek  (Busri, 2008:20-21).
3.2.2. 4 Teori Fonologi
         Teori fonologi yang dikembangkan Firth terkenal dengan sebutan analisis prosodik (prosodic analysis) atau fonologi prosodik (prosodic phonology). Fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidi bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya (KBBI, 1995:279). Dalam teori fonologi ini, Firth menolak teori fonem.
Menurut Firth, kelemahan analisis fonemik yang didasarkan sepenuhnya pada pemisahan kesatuan ujaran ke dalam segmen-segmen dapat diatasi dengan pengenalan fonem-fonem suprasegmental (suprasegmental phonems).
Analisis prosodi terdiri atas dua tipe yang merupakan satu kesatuan, yaitu (1) unit fonetik (phonematic unit) dan (2) prosodi (prosody). Keduanya mengacu pada cirri fonetik atau sekelompok ciri fonetik dari suatu ujaran. Yang dimaksud unit fonetik adalah segmen-segmen yang disusun secara seri seperti konsonan dan vokal. Sedangkan prosodi mengacu pada ciri-ciri fonetik yang meluas pada keseluruhan atau bagian terbesar dari struktur, misalnya pola-pola intonasi. Dengan demikian penitikberatan pada relevansi struktur, seperti suku kata, kata, dan kalimat, analisis prosedik berusaha menghubungkan fonologi dan tatabahasa.
Dalam analisa prosodik, sistem fonologi yang berbeda dapat disusun untuk struktur-struktur yang berbeda, misalnya ciri-ciri yang terjadi pada awal satu suku kata dapat tidak sama dengan ciri yang dapat terjadi  pada akhir satu suku kata dalam bahasa tertentu.
Selanjutnya aliran London ini dikembangkan oleh Halliday, murid Firth,  yang dikenal dengan sebutan Neo-Firthian. Ajaran Halliday ini terkenal dengan tatabahasanya systemic grammar (tatabahasa sistematik). Halliday memaparkan secara garis besar tentang tatabahasa sistemik, antara lain: (1) Form (bentuk), organisasi dari substansi peristiwa yang pada arti, yaitu tatabahasa dan leksis; (2) Substance (substansi), materi fonik dan grafik; dan (3) Context (konteks) hubungan antara “bentuk” dan “situasi”, yaitu semantik
. Halliday mengembangkan empat gagasan penting sebagai kategori umum dalam bahasa, yaitu: unit, struktur, kelas, dan sistem. Unit merupakan suatu segmen pembawa pola pada segala level, misalnya kalimat terdiri pola-pola “struktur klausa: subjek-predikator-komplementer-ajung”. Kelas merupakan seperangkat butir-butir yang beroperasi dengan fungsi tertentu dalam akar kata. Sedangkan sistem merupakan penyusunan paradigmatik dari kelas-kelas dalam hubungan pilihan.
 Halliday menguraikan pula tentang linguistik sebagai studi atau kajian “bagaimana kita mempergunakan bahasa untuk hidup”. Ia menolak “mentalis” maupun “mekanis” yang ekstrim, dan menolak konsep tentang bahasa yang terdiri atas “bentuk” dan “makna”. Dalam hal ini yang menjadi penekanan aliran Neo-Firthian adalah bahwa makna adalah milik dari segala jenis pola yang ada dalam bahasa; kita tidak dapat memerikan bahasa tanpa memerikan makna. Akan tetapi untuk memerikan secara mendalam kita harus mengenal berbagai level bahasa-tatabahasa,  fonologi, dan seterusnya.
Kategori-kategori untuk memerikan suatu bahasa mesti didasarkan pada criteria-kriteria formal dan pada akhirnya mesti dapat dihubungkan pada eksponen-eksponen dalam substansi fonik dan grafik, namun tidak ada pemerian yang lengkap, tidak mengabaikan makna, apalagi makna kontekstual. 
4. Kontribusi Aliran Linguistik Firthian
            Bagi Kebahasaan
5. Kesimpulan
Munculnya berbagai aliran linguistik menunjukkan bahwa ilmu bahasa bersifat dinamis, yaitu mengalami perkembangan terus menerus dalam waktu dan zaman. Para pemerhati bahasa pada zamannya menekankan atau memfokuskan pengkajian bahasa dengan menyelidiki aspek tertentu bahasa.
Aliran linguistik Firthian yang dipelopori oleh John Rupert Firth tampaknya menganut paham pragmatisme. Pragmatisme adalah aliran yang …………………….
6. Sumber Bacaan
Busri, Hasan. 2008. Kajian Bahasa. Malang: UIN Maliki.
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 1995. Jakarta: Balai Pustaka
Winarsih, Suko. 2009. Linguistik Umum. Malang: Surya Pena Gemilang

0 comments:

Post a Comment