Friday, July 6, 2012

Filsafat Bahasa Indonesia

Sejarah Bahasa Indonesia



Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. 


Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah.

Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928). Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Kelahiran Bahasa Indonesia
-Pada tanggal 28-10-1928, sumpah pemuda.
-Diangkat dari bahasa melayu (Riau).
-Dibina melalui kongres bahasa indonesia 1 thn 1938.
-Disusul melalui kongres bahasa indonesia 2 thn 1954.
-Kongres bahasa indonesia melahirkan lembaga yang dikenal dengan pusat bahasa.

Pembinaan Bahasa Indonesia
Peristiwa penting yang menyangkut kehidupan bangsa kita, baik yang menyangkut kepentingan masyarakat Indonesai masa kini maupun masa depan adalah peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Peristiwa itu selalu diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda yang sejak tahun 1978 sekaligs dijadikan Hari Pemuda. Dalam peringatan itu dibacakan naskah Sumpah Pemuda 1928 yang merupakan kutipan Putusan Kongres Pemuda-pemuda Indonesia tahun 1928 sebagai berikut :

Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonseia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional dan pada tahun 1945 secara konstitusional, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 dikukuhkan sebagai bahasa Negara.

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
  1. Lambang kebanggaan nasional
  2. Lambang jati diri (identitas) nasional
  3. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakng sosial budaya dan bahasanya
  4. Alat perhubungan antar budaya antar daerah

Perkembangan Bahasa
1. Bahasa Melayu Purba
Bahasa Melayu Purba ialah bahasa Melayu yang wujud pada zaman prasejarah. Dengan kata lain tidak ada bukti sejarah yang bertulis pada masa itu. Namun terdapat pengkaji yang mengatakan bahawa bahasa Melayu telah ada pada abad kedua Masehi yiaitu di Campa, Vietnam (Hany Judge, 1991). Untuk mengetahui keadaan dan kedudukan bahasa Melayu pada zaman purba, ahli-ahli bahasa ada yang membuat rekonstruksi bahasa berdasarkan maklumat-maklumat tentang bahasa dan dialek Melayu yang ada pada masa kini. Dengan begitu kita dapat mengandaikan sebutan asal bagi nama ini. Tetapi ini semua masih berupa dugaan.

2. Bahasa Melayu Kuno (jaman Sriwijaya, abad 4 - abad 14)
Bahasa Melayu Kuno bermula pada abad ke-4 Masehi yaitu berdasarkan penemuan sebuah prasasti berbahasa Melayu di Dong Yen Chau, di teluk Tourane, Vietnam. Setelah itu terdapat berbagai prasasti yang ditemui di beberapa banyak tempat di Asia Tenggara, terutama di Sumatera dan Jawa. Prasasti-prasasti yang ditemui kebanyakannya menggunakan tulisan-tulisan dari India, Pallava, Jawa Kuno, Kawi dan lain-lain. Di Pulau Jawa, prasasti berbahasa Melayu yang tertua berasal dari awal abad ke-7 Masehi dan ditemui di Sajamerta, sebuah tempat di pantai utara Jawa Tengah. Prasasti-prasasti lain yang ditemui di Pulau Jawa ialah di Bukateja, Dang Pu Hawang Galis'J. ManjusyrigrahaJ Sang Hyang Wintang, Gunung Sundoro Kebun Kopi (Jawa Barat) dan lain-lain.

3. Bahasa Melayu Klasik (abad 14 - abad 18)
Karena terputusnya bukti-bukti tertulis pada abad ke-9 hingga abad ke-13, ahli bahasa tidak dapat menyimpulkan apakah bahasa Melayu Klasik merupakan kelanjutan dari Melayu Kuno. Catatan berbahasa Melayu Klasik pertama berasal dari Prasasti Terengganu berangka tahun 1303. Seiring dengan berkembangnya agama Islam yang dimulai dari Aceh pada abad ke-14, bahasa Melayu klasik lebih berkembang dan mendominasi sampai pada tahap di mana ekspresi “Masuk Melayu” berarti masuk agama Islam.  

4. Bahasa  Melayu Peralihan (abad 19). 
Bahasa Melayu abad ke-19 sering disebut sebagai bahasa Melayu zaman peralihan, yaitu peralihan dari bahasa Melayu kuno menju zaman bahasa Melayu modern, juga biasa disebut sebagai bahasa Melayu zaman pramodern. 

5. Bahasa Melayu Baru (abad 20)
Menjelang abad ke-20, kekuasaan barat di negeri-negeri Melayu semakin kuat. Tahun 1909 seluruh negeri Melayu di Malaka berada dalam penjajahan Inggris, termasuk negeri Kelantam, Kedah, Perlis, dan Terengganu sesuai perjanjian Bangkok yang berada antara Inggris dan kerajaan Siam (Thailand).

6. Bahasa Melayu Modern (Bahasa Indonesia & Bahasa Malaysia)
7. Menjadi bahasa Indonesia pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928


Ragam Bahasa Melayu
  1. Melayu Riau Johor
  2. Melayu Betawi
  3. Melayu Cina
  4. Melayu Manado
  5. Melayu Maluku
  6. Melayu Balai Pustaka, Pujangga Baru, dsb.

Bahasa Melayu Kuno
Bahasa Melayu kuno pada prasasti:
  1.  Prasasti Kedukan Bukit (Palembang, 16 Juni 682)
  2.  Prasasti Talang Kuno (Palembang, 23 Maret 684)
  3.  Prasasti Kota Kapur (Bangka, 28 Februari 686)
  4.  Prasasti Krang Brahi (Jambi, tahun 692)
  5.  Prasasti Telaga batu (Palembang, abad ke - 7)
  6.  Prasasti Palas Pasemah (Lampung Selatan, abad ke -7)
  7.  Prasasti Sojomerto (Pekalongan, abad ke -7)
  8.  Prasasti Mañjuçrighra (Candi Sewu, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, 2 November 792M, Bahasa Melayu)
  9.  Prasasti Kayu Mwungun (Temanggung)
  10.  Prasasti Kota Kapur (Bangka Barat ,tahun 686)
  11.  Prasasti Gandasuli (Jawa Tengah, tahun 832 )
  12.  Prasasti Bogor (Bogor, tahun 942)
  13.  Prasasti Sang Hyang Wintang II
  14.  Prasasti Dampu Hawang Glis
  15.  Prasasti Lagunan atau Keping Tembaga Laguna (Manila, Filipina, 900, Bahasa Melayu)

Prasasti Talang Tuwo

Beberapa terjemahan dari isi Prasasti Talang Tuwo:
• tatkalana = tatkalanya
• vulan = bulan
• niparvuat = diperbuat
• savanakna = sebanyaknya
• nitanam = ditanam
• hanau = enau
• rumvia = rumbia
• dngan = dengan
• nimakan = dimakan
• vuahna = buahnya
• tathapi = tetapi
• haur = aur
• vuluh = buluh
• pattung = betung
• tlaga = telaga
• punyana = punyanya
• tmu = temu
• margga = marga
• sukha = suka
• niminumna = diminumnya
• vuatna = buatnya
• manghidupi = menghidupi
• prakara = perkara
• varang = barang
• vuatana = buatannya
• marvvangun = membangun
• mamava = membawa
• tlu = tiga

Terjemahan prasasti Talang Tuwo

Aksara dalam Tulisan Melayu Kuno
*Akasara B sekarang, dulu V (diantara v dan w)  

*Tidak ada lafal E (berbentuk  A atau O)  
*Awalan di-, dulu berupa ni-  
*Awalan me-, dulu berupa ma-  
*Awalan ber-, dulu berupa mar-
*Akhiran nya, dulu na
*Ada kalanya -nya-, dulu -na-

Pembakuan ejaan :

-Dulu tulisan arab atau jawi.
-Tahun 1901 digunakan ejaan van ophuijsen.
-Tahun 1947 digunakan ejaan soewandi atau ejaan republik.
-Tahun 1972 digunakan ejaan yang disempurnakan.
-Ejaan yang disempurnakan meyeragamkan ejaan di Brunei, Malaysia, Indonesia, Singapura dalam pertemuan mabbim.

Ejaan Van Ophuijsen
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik pada 17 Maret 1947Ejaan Van Ophuijsen adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia.


Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
  • huruf 'j' untuk menuliskan kata-kata jangpajahsajang.
  • huruf 'oe' untuk menuliskan kata-kata goeroeitoeoemoer.
  • tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma'moer‘akalta’pa’dinamaï.
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti äëï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.

Bahasa Melayu terdiri dari:
1. Bahasa Melayu tinggi yaitu Balai Pustaka
2. Bahasa Melayu rendah yaitu sin po dan keng po

Ejaan yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.

Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
  • 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
  • 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
  • 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
  • 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
  • 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
  • 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
  • awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.

0 comments:

Post a Comment