Friday, June 13, 2014

Uji One Way Anova

Pada artikel kali ini, kita akan membahas tentang melakukan uji One Way Anova atau Anova Satu Jalur dengan menggunakan software SPSS For Windows.
Anova merupakan singkatan dari "analysis of varian" adalah salah satu uji komparatif yang digunakan untuk menguji perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua kelompok. Misalnya kita ingin mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata IQ antara siswa kelas SLTP kelas I, II, dan kelas III. Ada dua jenis Anova, yaitu analisis varian satu faktor (one way anova) dan analisis varian dua faktor (two ways anova). Pada artikel ini hanya akan dibahas analisis varian satu faktor.
Untuk melakukan uji Anova, harus dipenuhi beberapa asumsi, yaitu:
  1. Sampel berasal dari kelompok yang independen
  2. Varian antar kelompok harus homogen
  3. Data masing-masing kelompok berdistribusi normal (Pelajari juga tentang uji normalitas)
Asumsi yang pertama harus dipenuhi pada saat pengambilan sampel yang dilakukan secara random terhadap beberapa (> 2) kelompok yang independen, yang mana nilai pada satu kelompok tidak tergantung pada nilai di kelompok lain. Sedangkan pemenuhan terhadap asumsi kedua dan ketiga dapat dicek jika data telah dimasukkan ke komputer, jika asumsi ini tidak terpenuhi dapat dilakukan transformasi terhadap data. Apabila proses transformasi tidak juga dapat memenuhi asumsi ini maka uji Anova tidak valid untuk dilakukan, sehingga harus menggunakan uji non-parametrik misalnya Kruskal Wallis.

Prinsip Uji Anova adalah melakukan analisis variabilitas data menjadi dua sumber variasi yaitu variasi di dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian mendekati angka satu), maka berarti tidak ada perbedaan efek dari intervensi yang dilakukan, dengan kata lain nilai mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan. Sebaliknya bila variasi antar kelompok lebih besar dari variasi didalam kelompok, artinya intervensi tersebut memberikan efek yang berbeda, dengan kata lain nilai mean yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan.
Setelah kita pahami sedikit tentang One Way Anova, maka mari kita lanjutkan dengan mempelajari bagaimana melakukan uji One Way Anova dengan SPSS.
Sebagai bahan uji coba, maka kita gunakan contoh sebuah penelitian yang berjudul "Perbedaan Pendapatan Berdasarkan Pekerjaan". Di mana pendapatan sebagai variabel terikat bertipe data kuantitatif atau numerik sedangkan pekerjaan sebagai variabel bebas berskala data kualitatif atau kategorik, yaitu dengan 3 kategori: Tani, Buruh dan Lainnya. (Ingat bahwa uji One Way Anova dilakukan apabila variabel terikat adalah interval dan variabel bebas adalah kategorik). (Pelajari juga tentang Pengertian Data)
Langsung Saja:

Tutorial One Way Anova

  • Buka SPSS
  • Buka Tab Variable View, buat 2 variabel: Pekerjaan dan Pendapatan
  • Ubah Type Pekerjaan ke "Numeric", Decimals "0", beri label "Pekerjaan", ubah measure menjadi "Nominal" dan isi value dengan kategori: 1 = Tani, 2 = Buruh dan 3 = Lainnya
  • Ubah Type Pendapatan ke "Numeric", Decimals "0", beri label "Pendapatan", ubah measure menjadi "Scale".
  • Buka Data View dan isikan data sebanyak 24 responden sebagai berikut:

  • Pada menu, pilih Analyze, Compare Means, One-Way ANOVA, sampai muncul jendela One-Way ANOVA seperti di bawah ini:
  • Pilih variabel "Pendapatan" lalu masukkan ke kotak "Dependent List:" Kemudian pilih variabel "Pekerjaan" lalu masukkan ke kotak "Factor:" Sehingga nampak seperti di bawah ini:
  • Klik tombol Options, akan muncul jendela ini: Centang "Descriptive" dan "Homogenity of variance test"
  • Klik Continue
  • Masih dijendela One Way ANOVA, klik tombol Post Hoc, sampai muncul jendela ini: Centang Bonferroni dan Games-Howell serta biarkan significance level = 0,05.
  • Klik Continue
  • Lalu Klik OK dan Lihatlah hasil!
Hasil terilhat sebagai berikut:

Interprestasi Baca adalah sebagai berikut:
  • Dari tabel Descriptives nampak bahwa responden yang bekerja sebagai Tani rata-rata berpendapatan sebesar 195497,50, Buruh rata-rata berpendapatan sebesar 265080,75  dan Lainnya rata-rata berpendapatan 326423,25. Selanjutnya untuk melihat uji kita lihat di tabel ANOVA.
  • Sebelum melanjutkan uji perlu  diingat bahwa salah satu asumsi uji Anova adalah variansnya sama. Dari tabel Test of Homegeneity of Variances terlihat bahwa hasil uji menunjukan bahwa varian ketiga kelompok tersebut sama (P-value = 0,357), sehingga uji Anova valid untuk menguji hubungan ini.
  • Selanjutnya untuk melihat apakah ada perbedaan pendapatan dari ketiga kelompok pekerja tersebut, kita lihat  tabel ANOVA , dari tabel itu pada kolom Sig. diperoleh nilai P (P-value) = 0,037. Dengan demikian pada taraf nyata = 0,05 kita menolak Ho, sehingga kesimpulan yang didapatkan adalah  ada perbedaan yang bermakna rata-rata pendapatan berdasarkan ketiga kelompok pekerjaan tersebut.
  • Jika hasil uji menunjukan Ho gagal ditolak (tidak ada perbedaan), maka uji lanjut (Post Hoc Test) tidak dilakukan. Sebaliknya jika hasil uji menunjukan Ho ditolak (ada perbedaan), maka uji lanjut (Post Hoc Test) harus dilakukan.
  • Karena hasil uji Anova menunjukan adanya perbedaan yang bermakna, maka uji selanjutnya adalah melihat kelompok mana saja yang berbeda. 
  • Untuk menentukan uji lanjut mana yang digunakan, maka kembali kita lihat tabel Test of Homogeneity of Variances, bila hasil tes menunjukan varian sama, maka uji lanjut yang digunakan adalah uji Bonferroni. Namun bilai hasil tes menunjukan varian tidak sama, maka uji lanjut yang digunakan adalah uji Games-Howell.
  • Dari Test of Homogeneity menghasilkan bahwa varian ketiga kelompok tersebut sama, maka uji lanjut (Post Hoc Test) yang digunakan adalah Uji Bonferroni.
  • Dari tabel Post Hoc Test di atas memperlihatkan bahwa  kelompok yang menunjukan adanya perbedaan rata-rata pendapatan (ditandai dengan tanda bintang "*") adalah Kelompok "Tani" dan "Lainnya".
Pelajari juga cara melakukan uji One Way Anova dengan menggunakan software MS Excel dengan membaca artikel "One Way Anova dalam Excel" dan "Hitung Manual One Way Anova dengan Excel".
Demikian Ulasang Singkat Tutorial Uji One Way Anova dalam SPSS. Kami anjurkan anda juga membaca artikel yang berkaitan erat dengan uji ini, yaitu Uji MANOVA.
DOWNLOAD
Bagi Anda yang ingin mendownload file SPSS uji One Way Anova ini, silahkan download di link berikut:

Transformasi Data

Tujuan utama dari transformasi data ini adalah untuk mengubah skala pengukuran data asli menjadi bentuk lain sehingga data dapat memenuhi asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam. 

Transformasi data ada beberapa jenis, antara lain:
  1. Transformasi Square Root (Akar), 
  2. Tansformasi Logaritma,
  3. Transformasi Arcsin,
  4. Transformasi Square (Kuadrat),
  5. Transformasi Cubic (Pangkat Tiga),
  6. Transformasi Inverse (Kebalikan),
  7. Transformasi Inverse Square Root (Kebalikan Akar),
  8. Transformasi Inverse Square (Kebalikan Kuadrat),
  9. Transformasi Inverse Cubic (Kebalikan Pangkat Tiga),
  10. Transformasi Reverse Score (Balik Skor).

Catatan: Data yang ditampilkan pada laporan anda tetap data aslinya sedangkan data transformasi hanya untuk membantu anda untuk membuat data asli memenuhi asumsi-asumsi analisis ragam.

Bahasan di bawah ini dijelaskan Rumus Transformasi Data.


Transformasi akar 


Transformasi jenis ini disebut juga dengan istilah transformasi akar kuadrat (square root). Transformasi akar digunakan apabila data anda tidak memenuhi asumsi kehomogenen ragam. Dengan kata lain transformasi akar berfungsi untuk membuat ragam menjadi homogen.



Kalau X adalah data asli anda, maka X’ (X aksen) adalah data hasil transformasi anda. Jadi X = X’. 
Apabila data asli anda menunjukkan sebaran nilai antara 0 – 10, maka anda gunakan transfromasi akar X + 0,5. Dan apabila nilai ragam data anda lebih kecil gunakan transformasi akar X + 1. 

Transformasi akar ini dapat juga anda gunakan untuk data persentase apabila nilainya antara 0 – 30%. Jika kebanyakan nilainya adalah kecil, khususnya jika ada nilai 0, maka gunakan transformasi akar X + 0,5 daripada akar X. 

Rumus Excel Transformasi Akar adalah: =SQRT(Data Asli + 0,5). Apabila data asli ada di Cell A4 maka rumusnya =SQRT(A4 + 0,5).

Cara Compute Transformasi Akar Pada SPSS adalah: Klik Menu, Transform, Compute Variabel, Pada Target Variabel Beri Nama Misal "Transform" dan Pada Kotak Numeric Expression isi dengan: SQRT(Variabel Asli + 0,5). Apabila Variabel Asli memiliki nama (name) "Var1" maka: SQRT(Var1 + 0,5).

Contoh penggunaan transformasi akar ini dengan menggunakan data hasil pengamatan dari percobaan pengobatan Bakteri Salmonella dengan 4 Jenis Antibiotik. Hasil percobaan berupa banyaknya bakteri yang mati seperti pada tabel berikut ini: 






Hasil analisis ragam data asli sebagai berikut:




Hasil pengujian terhadap data asli di atas menunjukkan nilai F Hitung 19,407. 


Kemudian lakukan transformasi akar dengan rumus akar X + 0,5. Hal ini karena sebaran data tersebut kurang dari 10. Misalnya untuk data perlakuan A kelompok I, X = 2, maka hasil transformasinya adalah akar 2 + 0,5 = 3,5 = 1,581. Dan selanjutnya hingga data pada perlakuan D kelompok IV. 
Berikut ini adalah data hasil transformasi akar dari data asli : 




Dan hasil analisis ragam dari data transformasi adalah seperti di bawah ini : 




Hasil pengujian terhadap data transformasi di atas menunjukkan nilai F Hitung 17,654. 

Perhatikan ternyata setelah data memenuhi asumsi analisis ragam, terdapat perubahan nilai F hitung dari 19,407 menjadi 17,654.

Dari 2 hasil analisis di atas, manakah nilai p value atau signifikansi yang akan dipakai? Tentu saja anda harus menggunakan hasil pada data transformasi karena hasil itulah yang memberikan keadaan sesungguhnya dari percobaan anda. 

Transformasi Logaritma

 

Beberapa buku ada yang menyebutnya dengan transformasi Log X. Transformasi Logaritma digunakan apabila data anda tidak memenuhi asumsi pengaruh aditif. Kalau X adalah data asli anda, maka X’ (X aksen) adalah data hasil transformasi anda dimana X’ = Log X. Jadi X = X’. Ada beberapa hal yang perlu anda perhatikan dalam penggunaan transformasi logaritma ini yaitu : 
a) Apabila data asli anda menunjukkan sebaran nilai kurang dari 10 atau nilai mendekati nol, maka anda gunakan transfromasi log X + 1. 
b) Apabila data anda banyak mengandung nilai nol, maka sebaiknya gunakan transformasi yang lain, misalnya transformasi akar. 
c) Apabila data anda banyak mendekati nol (misalnya bilangan desimal), maka semua data dikalikan 10 sebelum dijadikan ke logaritma. Jadi X’ = log (10X). Misalnya X = 0,12 setelah di taransformasikan X’ akan menjadi X’ = log (10 x 0,12) = 0,079. 


Rumus Excel Transformasi Logaritma adalah: =Log(Data Asli). Apabila data asli ada di Cell A4 maka rumusnya =Log(A4).

Cara Compute Transformasi Logaritma Pada SPSS adalah: Klik Menu, Transform, Compute Variabel, Pada Target Variabel Beri Nama Misal "Transform" dan Pada Kotak Numeric Expression isi dengan: Lg10(Variabel Asli). Apabila Variabel Asli memiliki nama (name) "Var1" maka: Lg10(Var1).

Contoh penggunaan transformasi akar ini dengan menggunakan data hasil pengamatan dari percobaan pengobatan Bakteri Clostridium dengan 5 Jenis Antibiotik. Hasil percobaan berupa banyaknya bakteri yang mati seperti pada tabel berikut ini: 






Dan hasil analisis ragam data asli adalah berikut ini : 





Hasil pengujian terhadap data asli di atas menunjukkan nilai F Hitung 27,844.


Kemudian lakukan transformasi logaritma dengan rumus Log X. Misalnya untuk data perlakuan Ha NPV-Asb kelompok I, X = 20, maka hasil transformasinya adalah Log 20 = 1,301. Dan selanjutnya hingga data pada perlakuan Kontrol kelompok IV. 
Berikut ini adalah data hasil transformasi log X dari data asli : 






Dan hasil analisis ragam dari data transformasi adalah berikut ini : 





Hasil pengujian terhadap data transformasi di atas menunjukkan nilai F Hitung 40,106.

Perhatikan ternyata setelah data memenuhi asumsi analisis ragam, terdapat peningkatan nilai F hitung dari 27,844 menjadi 40,106.

Dari 2 hasil analisis di atas, manakah nilai p value atau signifikansi yang akan dipakai? Tentu saja anda harus menggunakan hasil pada data transformasi karena hasil itulah yang memberikan keadaan sesungguhnya dari percobaan anda. 


Transformasi Arcsin 


Transformasi ini disebut juga dengan transformasi Angular. Transformasi Arcsin digunakan apabila data anda dinyatakan dalam bentuk persentase atau proporsi. Umumnya data yang demikian mempunyai sebaran binomial. Bentuk transformasi arcsin ini biasa disebut juga transformasi kebalikan sinus atau transformasi arcus sinus. Kalau X adalah data asli anda, maka X’ (X aksen) adalah data hasil transformasi anda dimana X’ = Arcsin X. Jadi X = X’. Namun, data dalam bentuk persentase tidak mesti harus menggunakan transformasi arcsin. 
Ada beberapa hal yang perlu anda perhatikan dalam penggunaan transformasi arcsin ini yaitu : 
a) Apabila data asli anda menunjukkan sebaran nilai antara 30% - 70%, tidak memerlukan transformasi. 
b) Apabila data asli anda menunjukkan sebaran nilai antara 0% - 30% dan 70% - 100%, maka lakukan transformasi arcsin. 
c) Apabila data anda banyak yang bernilai nol, maka gunakan transformasi arcsin akar (% + 0,5). 


Rumus Excel Transformasi Arcsin adalah: =ASIN(SQRT(Data Asli/100))*180/PI(). Apabila data asli ada di Cell A4 maka rumusnya =ASIN(SQRT(A4/100))*180/PI(). Juga boleh menggunakan rumus: =ASIN(SQRT(A4/100))*180/(22/7).

Cara Compute Transformasi Arcsin Pada SPSS adalah: Klik Menu, Transform, Compute Variabel, Pada Target Variabel Beri Nama Misal "Transform" dan Pada Kotak Numeric Expression isi dengan: =ASIN(SQRT(Variabel Asli))*180/(22/7)  Apabila Variabel Asli memiliki nama (name) "Var1" maka: =ASIN(SQRT(Var1))*180/(22/7).

Contoh penggunaan transformasi akar ini dengan menggunakan data hasil pengamatan dari percobaan pengobatan Bakteri Shigella dengan 5 Jenis Antibiotik. Hasil percobaan berupa banyaknya bakteri yang mati seperti pada tabel berikut ini: 






Dan hasil analisis ragam data asli adalah berikut ini : 






Hasil pengujian terhadap data asli di atas menunjukkan F Hitung: 39,245. 


Karena data menyebar antara 4% - 29%, maka data ditransformasi ke arcsin √ %. Misalnya untuk data perlakuan A kelompok I, X = 4% atau 0,04, maka hasil transformasinya adalah arcsin √0,04 = 11,537. Dan selanjutnya hingga data pada perlakuan El kelompok IV. 
Berikut ini adalah data hasil transformasi akar dari data asli : 





Dan hasil analisis ragam dari data transformasi adalah berikut ini :





Hasil pengujian terhadap data transformasi di atas menunjukkan nilai F Hitung: 59,355. 

Perhatikan ternyata setelah data memenuhi asumsi analisis ragam, terdapat peningkatan nilai F hitung dari 35,245 menjadi 59,355.

Dari 2 hasil analisis di atas, manakah nilai p value atau signifikansi yang akan dipakai? Tentu saja anda harus menggunakan hasil pada data transformasi karena hasil itulah yang memberikan keadaan sesungguhnya dari percobaan anda. 

Ketiga Transformasi di atas: Square Root, Logaritma dan Arcsin adalah yang paling sering digunakan. Tetapi masih ada alternatif transformasi yang lain, yaitu:


Transformasi Inverse


Transformasi ini dilakukan dengan membalik nilai asli, yaitu dengan rumus: 1/Variabel. Dalam excel rumusnya: =1/Var.
Misal Nilai asli -1,4 maka nilai transformasi: 1/-1,4 = -0,714
Apabila data anda ada nilai 0, maka tambahkan dengan konstanta, misal: =1/(Var+1)



Transformasi Inverse Square

Transformasi ini dilakukan dengan membalik nilai kuadrat, yaitu dengan rumus: 1/Square(Variabel). Dalam excel rumusnya: =1/(Var^2) atau =1/(Power(Var;2))
Misal Nilai asli -1,4 maka nilai transformasi: 1/(-1,4^2) = 0,510
Apabila data anda ada nilai 0, maka tambahkan dengan konstanta, misal: =1/(Var^2+1)

Transformasi Inverse Square Root

Transformasi inverse square root adalah membalik akar kuadrat nilai asli, yaitu dengan rumus: 1/Sqrt(Variabel).
Dalam Excel rumusnya: =1/Sqrt(Var)
Misal: nilai asli 1,4 maka nilai transformasi adalah 1/Sqrt(1,4)=0,845.
Apabila data anda terdapat nilai 0, maka tambahkan dengan konstanta, misal: =1/Sqrt(Var+1).
Apabila data anda terdapat nilai negatif, sebaiknya pilih jenis transformasi yang lain. Tetapi jika anda tetap ingin menggunakan transformasi ini, anda dapat melakukan reverse score lebih dahulu. Cara untuk reverse score lihat di bawah sendiri artikel ini.



Transformasi Inverse Square


Transformasi ini dilakukan dengan membalik nilai kuadrat, yaitu dengan rumus: 1/Square(Variabel). Dalam excel rumusnya: =1/(Var^2) atau =1/(Power(Var;2))
Misal Nilai asli -1,4 maka nilai transformasi: 1/(-1,4^2) = 0,510
Apabila data anda ada nilai 0, maka tambahkan dengan konstanta, misal: =1/(Var^2+1)



Transformasi Cubic

Transformasi cubic adalah mengoperasikan pangkat tiga nilai asli. Misal: nilai asli 0,3 maka nilai transformasi adalah 0,3^3=0,027. Misal Nilai asli -0,3 maka nilai transformasi: -0,3^3= -0,027.
Dalam Excel rumusnya: =Var^3 atau =Power(Var;3)



Transformasi Inverse Cubic


Transformasi ini dilakukan dengan membalik nilai pangkat tiga, yaitu dengan rumus: 1/Cubic(Variabel). Dalam excel rumusnya: =1/(Var^3) atau =1/(Power(Var;3))
Misal Nilai asli -0,3 maka nilai transformasi: 1/(-0,3^3) = -37,037
Apabila data anda ada nilai 0, maka tambahkan dengan konstanta, misal: =1/(Var^3+1)




Transformasi Reverse Score


Transformasi ini dilakukan apabila dalam data anda terdapat nilai negatif dan anda ingin menggunakan transformasi berikutnya seperti transformasi inverse square root atau transformasi logaritma.
Cara melakukan transformasi ini adalah dengan mengurangi nilai terbesar atau maksimal dalam variabel dengan data asli. Misal pada variabel A, nilai tertinggi adalah 2,5, sedangkan data asli adalah 1. Maka nilai transformasi: 2,5-1 = 1,5. Apabila anda ingin menghindari nilai 0 oleh karena anda ingin melanjutkan dengan transformasi logaritma, maka tambahkan dengan konstanta, misal nilai maksimal variabel 2,5 dan data asli 2, maka nilai asli: 2,5 -2 + 1 = 1,5 atau 2,5 -2 + 2 = 2,5.
Dalam Excel, misal variabel yang akan ditransformasi berada dalam Array cell A1:A20 dan data asli berada pada cell A1, maka rumusnya: =Max(A$1:A$20) - A1 atau =Max(A$1:A$20) - A1 + 1.

Untuk mempermudah anda dalam memilih metode transformasi yang tepat, baca artikel kami:
Memilih Transformasi dengan STATA

Untuk Transformasi Data Dari Ordinal ke Interval, Baca artikel kami yang berjudul: "".

MENGHITUNG BESAR SAMPEL PENELITIAN


MENGHITUNG BESAR SAMPEL PENELITIAN


Dalam statistik inferensial, besar sampel sangat menentukan representasi sampel yang diambil dalam menggambarkan populasi penelitian. Oleh karena itu menjadi satu kebutuhan bagi setiap peneliti untuk memahami kaidah-kaidah yang benar dalam menentukan sampel minimal dalam sebuah penelitian.
Cara menghitung besar sampel suatu penelitian sangat ditentukan oleh desain penelitian yang digunakan dan data yang diambil. Jenis penelitian observasional dengan menggunakan disain cross-sectional akan berbeda dengan case-control study dan khohor, demikian pula jika data yang dikumpulkan adalah proporsi akan beda dengan jika data yang digunakan adalah data continue. Pada penelitian di bidang kesehatan masyarakat, kebanyakan menggunakan disain atau pendekatan cross-sectional atau belah lintang, meskipun ada beberapa yang menggunakan case control ataupun khohor.
Terdapat banyak rumus untuk menghitung besar sampel minimal sebuah penelitian, namun pada artikel ini akan disampaikan sejumlah rumus yang paling sering dipergunakan oleh para peneliti.

Rumus Sampel Penelitian Cross-sectional

Untuk penelitian survei, biasanya rumus yang bisa dipakai menggunakan proporsi binomunal (binomunal proportions). Jika besar populasi (N) diketahui, maka dicari dengan menggunakan rumus berikut:
Rumus Sampel Cross Sectional
Rumus Sampel Cross Sectional
Dengan jumlah populasi (N) yang diketahui, maka peneliti bisa melakukan pengambilan sampel secara acak).
Namun apabila besar populasi (N) tidak diketahui atau (N-n)/(N-1)=1 maka besar sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Rumus Lemeshow
Rumus Lemeshow
Keterangan :
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
= derajat kepercayaan
p = proporsi anak yang diberi ASI secara eksklusif
q = 1-p (proporsi anak yang tidak diberi ASI secara eksklusif
d = limit dari error atau presisi absolut
Jika ditetapkan =0,05 atau Z1- /2 = 1,96 atau Z2
1- /2 = 1,962 atau dibulatkan menjadi 4, maka rumus untuk besar N yang diketahui kadang-kadang diubah menjadi:
Penyederhanaan Rumus Lemeshow
Penyederhanaan Rumus Lemeshow

Misalnya, kita ingin mencari sampel minimal untuk suatu penelitian mencari faktor determinan pemberian ASI secara eksklusif. Untuk mendapatkan nilai p, kita harus melihat dari penelitian yang telah ada atau literatur. Dari hasil hasil penelitian Suyatno (2001) di daerah Demak-Jawa Tengah, proporsi bayi (p) yang diberi makanan ASI eksklusif sekitar 17,2 %. Ini berarti nilai p = 0,172 dan nilai q = 1 – p. Dengan limit dari error (d) ditetapkan 0,05 dan nilai Alfa = 0,05, maka jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar:
Contoh Rumus Sampel Cross Sectional
Contoh Rumus Sampel Cross Sectional

= 219 orang (angka minimal)
Jika tidak diketemukan nilai p dari penelitian atau literatur lain, maka dapat dilakukan maximal estimation dengan p = 0,5. Jika ingin teliti teliti maka nilai d sekitar 2,5 % (0,025) atau lebih kecil lagi.

Pelajari Juga Rumus Slovin

Rumus Sampel Penelitian Case Control dan Kohort

Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel baik case control maupun kohort adalah sama, terutama jika menggunakan ukuran proporsi. Hanya saja untuk penelitian khohor, ada juga yang menggunakan ukuran data kontinue (nilai mean).
Besar sampel untuk penelitian case control adalah bertujuan untuk mencari sampel minimal untuk masing-masing kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kadang kadang peneliti membuat perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan kontrol tidak harus 1 : 1, tetapi juga bisa 1: 2 atau 1 : 3 dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Adapun rumus yang banyak dipakai untuk mencari sampel
minimal penelitian case-control adalah sebagai berikut:
Rumus Sampel Case Control dan Kohort
Rumus Sampel Case Control dan Kohort

Pada penelitian khohor yang dicari adalah jumlah minimal untuk kelompok exposure dan non-exposure atau kelompok terpapar dan tidak terpapar. Jika yang digunakan adalah data proporsi maka untuk penelitian khohor nilai p0 pada rumus di atas sebagai proporsi yang sakit pada populasi yang tidak terpapar dan p1 adalah proporsi yang sakit pada populasi yang terpapar atau nilai p1 = p0 x RR (Relative Risk).
Jika nilai p adalah data kontinue (misalnya rata-rata berat badan, tinggi badan, IMT dan sebagainya) atau tidak dalam bentuk proporsi, maka penentuan besar sampel untuk kelompok dilakukan berdasarkan rumus berikut.
Rumus Sampel Case Control dan Kohort 2
Rumus Sampel Case Control dan Kohort 2
Contoh kasus, misalnya kita ingin mencari sampel minimal pada penelitian tentang pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan terhadap berat badan bayi. Dengan menggunakan tingkat kemaknaan 95 % atau Alfa = 0,05, dan tingkat kuasa/power 90 % atau ÃŸ=0,10, serta kesudahan (outcome) yang diamati adalah berat badan bayi yang ditetapkan memiliki nilai asumsi SD=0,94 kg (mengacu data dari penelitian LPKGM di Purworejo,
Jawa Tengah), dan estimasi selisih antara nilai mean kesudahan (outcome) berat badan kelompok tidak terpapar dan kelompok terpapar selama 4 bulan pertama kehidupan bayi (U0 – U1) sebesar 0,6 kg (mengacu hasil penelitian Piwoz, et al. 1994), maka perkiraan jumlah minimal sampel yang dibutuhkan tiap kelompok pengamatan, baik terpapar atau tidak terpapar adalah:

Contoh Hitung Sampel Case Control dan Kohort
Contoh Hitung Sampel Case Control dan Kohort
= 51,5 orang atau dibulatkan: 52 orang/kelompok

Pada penelitian khohor harus ditambah dengan jumlah lost to follow atau akalepas selama pengamatan, biasanya diasumsikan 15 %. Pada contoh diatas, maka sampel minimal yang diperlukan menjadi n= 52 (1+0,15) = 59,8 bayi atau dibulatkan menjadi sebanyak 60 bayi untuk masing-masing kelompok baik kelompok terpapar ataupun tidak terpapar atau total 120 bayi untuk kedua kelompok tersebut.


Penelitian Eksperimental

Menurut Supranto J (2000) untuk penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap, acak kelompok atau faktorial, secara sederhana dapat dirumuskan:
(t-1) (r-1) > 15

dimana : t = banyaknya kelompok perlakuan
j = jumlah replikasi

Contohnya: Jika jumlah perlakuan ada 4 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap perlakuan dapat dihitung:

(4 -1) (r-1) > 15
(r-1) > 15/3
r > 6


Untuk mengantisipasi hilangnya unit ekskperimen maka dilakukan koreksi dengan 1/(1-f) di mana f adalah proporsi unit eksperimen yang hilang atau mengundur diri atau drop out.

Referensi:

1. Bhisma-Murti, Prinsip dan Metoda Riset Epidemiologi, Gadjah Mata University Press,1997
2. Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan), Gadjahmada University Press, Yogyakarta
3. Snedecor GW & Cochran WG, Statistical Methods 6th ed, Ames, IA: Iowa State University Press, 1967
4. Supranto, J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

Uji Normalitas


Uji normalitas berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Metode klasik dalam pengujian normalitas suatu data tidak begitu rumit. Berdasarkan pengalaman empiris beberapa pakar statistik, data yang banyaknya lebih dari 30 angka (n > 30), maka sudah dapat diasumsikan berdistribusi normal. Biasa dikatakan sebagai sampel besar.

Namun untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki berdistribusi normal atau tidak, sebaiknya digunakan uji statistik normalitas. Karena belum tentu data yang lebih dari 30 bisa dipastikan berdistribusi normal, demikian sebaliknya data yang banyaknya kurang dari 30 belum tentu tidak berdistribusi normal, untuk itu perlu suatu pembuktian. uji statistik normalitas yang dapat digunakan diantaranya Chi-Square, Kolmogorov Smirnov, Lilliefors, Shapiro Wilk.

Metode Chi Square

(Uji Goodness Of Fit Distribusi Normal)

Metode Chi-Square atau X2 untuk Uji Goodness of fit Distribusi Normal menggunakan pendekatan penjumlahan penyimpangan data observasi tiap kelas dengan nilai yang diharapkan.





Keterangan :
X2 = Nilai X2
Oi = Nilai observasi
Ei = Nilai expected / harapan, luasan interval kelas berdasarkan tabel normal dikalikan N (total frekuensi) (pi x N)
N = Banyaknya angka pada data (total frekuensi)


Komponen penyusun rumus tersebut di atas didapatkan berdasarkan pada hasil transformasi data distribusi frekuensi yang akan diuji normalitasnya, sebagai berikut:





Keterangan :
Xi = Batas tidak nyata interval kelas
Z = Transformasi dari angka batas interval kelas ke notasi pada distribusi normal
pi = Luas proporsi kurva normal tiap interval kelas berdasar tabel normal
Oi = Nilai observasi
Ei = Nilai expected / harapan, luasan interval kelas berdasarkan tabel normal dikalikan N (total frekuensi) (pi x N)



Persyaratan Metode Chi Square (Uji Goodness of fit Distribusi Normal)
a. Data tersusun berkelompok atau dikelompokkan dalam tabel distribusi frekuensi.
b. Cocok untuk data dengan banyaknya angka besar ( n > 30 )
c. Setiap sel harus terisi, yang kurang dari 5 digabungkan.


Signifikansi:
Signifikansi uji, nilai X2 hitung dibandingkan dengan X2 tabel (Chi-Square).
Jika nilai X2 hitung < nilai X2 tabel, maka Ho diterima ; Ha ditolak.
Jika nilai X2 hitung > nilai X2 tabel, maka maka Ho ditolak ; Ha diterima.


Contoh:
Diambil Tinggi Badan Mahasiswa Di Suatu Perguruan Tinggi Tahun 2010




Selidikilah dengan α = 5%, apakah data tersebut di atas berdistribusi normal ? (Mean = 157.8; Standar deviasi = 8.09)
Penyelesaian :
1. Hipotesis :
  • Ho : Populasi tinggi badan mahasiswa berdistribusi normal
  • H1 : Populasi tinggi badan mahasiswa tidak berdistribusi normal

2. Nilai α
  • Nilai α = level signifikansi = 5% = 0,05

3. Rumus Statistik penguji











Luasan pi dihitung dari batasan proporsi hasil tranformasi Z yang dikonfirmasikan dengan tabel distribusi normal atau tabel z.







4. Derajat Bebas

  • Df = ( k – 3 ) = ( 5 – 3 ) = 2

5. Nilai tabel

  • Nilai tabel X2 ; α = 0,05 ; df = 2 ; = 5,991. Baca selengkapnya tentang Tabel Chi-Square.

6. Daerah penolakan

  • - Menggunakan gambar



  • - Menggunakan rumus:   |0,427 | < |5,991| ; Keputusan hipotesis: berarti Ho diterima, Ha ditolak
7. Kesimpulan:  Populasi tinggi badan mahasiswa berdistribusi normal α = 0,05.

Untuk Metode yang lain, yaitu Liliefors, Kolmogorov Smirnov dan Saphiro Wilk akan dibahas dalam artikel lainnya.

Untuk Pengujian Normalitas dalam SPSS, Baca: Normalitas Pada SPSS

Baca Juga Tentang: "Uji Homogenitas"

Uji F dan Uji T

Uji F dikenal dengan Uji serentak atau uji Model/Uji Anova, yaitu uji untuk melihat bagaimanakah pengaruh semua variabel bebasnya secara bersama-sama terhadap variabel terikatnya. Atau untuk menguji apakah model regresi yang kita buat baik/signifikan atau tidak baik/non signifikan.
Jika model signifikan maka model bisa digunakan untuk prediksi/peramalan, sebaliknya jika non/tidak signifikan maka model regresi tidak bisa digunakan untuk peramalan.

Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel, jika F hitung > dari F tabel, (Ho di tolak Ha diterima) maka model signifikan atau bisa dilihat dalam kolom signifikansi pada Anova (Olahan dengan SPSS, Gunakan Uji Regresi dengan Metode Enter/Full Model ). Model signifikan selama kolom signifikansi (%) < Alpha (kesiapan berbuat salah tipe 1, yang menentukan peneliti sendiri, ilmu sosial biasanya paling besar alpha 10%, atau 5% atau 1%). Dan sebaliknya jika F hitung < F tabel, maka model tidak signifikan, hal ini juga ditandai nilai kolom signifikansi (%) akan lebih besar dari alpha.
Uji t dikenal dengan uji parsial, yaitu untuk menguji bagaimana pengaruh masing-masing variabel bebasnya secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikatnya. Uji ini dapat dilakukan dengan mambandingkan t hitung dengan t tabel atau dengan melihat kolom signifikansi pada masing-masing t hitung, proses uji t identik dengan Uji F (lihat perhitungan SPSS pada Coefficient Regression Full Model/Enter). Atau bisa diganti dengan Uji metode Stepwise.
Untuk mempelajari tentang bagaimana melakukan uji F dan uji t parsial, baca artikel kami yang berjudul:

Desain Penelitian


Pengantar Desain Penelitian

A.     Urgensi Desain Penelitian

Dalam melakukan penelitian, terlebih lagi untuk penelitian kuantitatif, salah satu langkah yang penting ialah membuat desain penelitian. Desain penelitian pada hakikatnya merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2003 : 81). Hal senada juga dinyatakan oleh Sarwono. Menurut Sarwono (2006) desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, tanpa desain yang benar seorang peneliti tidak akan dapat melakukan penelitian dengan baik karena yang bersangkutan tidak mempunyai pedoman arah yang jelas.

Desain Penelitian
Desain Penelitian



Sukardi, membahas desain penelitian berdasarkan definisi secara luas dan sempit. Secara luas, desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam konteks ini komponen desain dapat mencakup semua struktur penelitian yang diawali sejak ditemukannya ide sampai diperoleh hasil penelitian (Sukardi, 2004 : 183). Sedang dalam arti sempit, desain penelitian merupakan penggambaran secara jelas tentang hubungan antara variabel, pengumpulan data, dan analisis data, sehingga dengan desain yang baik peneliti maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai gambaran tentang bagaimana keterkaitan antar variabel, bagaimana mengukurnya, dst. (Sukardi, 2004 : 184).


B.      Desain Penelitian yang Tepat

Kualitas penelitian dan ketepatan penelitian antara lain ditentukan oleh desian penelitian yang dipakai. Oleh karena itu desain yang dipergunakan dalam penelitian harus desain yang tepat. Suatu desain penelitian dapat dikatakan berkualitas atau memiliki ketepatan jika memenuhi dua syarat (Machfoedz, 2007: 101-102) ., yaitu : 1. dapat dipakai untuk menguji hipotesis (khusus untuk penelitian kuantitatif analitik) dan 2. dapat mengendalikan atau mengontrol varians.

C.      Pemilihan Desain Penelitian

Ada bermacam-macam desain penelitian. Dalam memilih desain mana yang paling tepat, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dan jawaban-jawaban tersebut merupakan acuan dalam menentukan desain penelitian. Burns dan Grovers (Nursalam, 2003: 80) telah mengidentifikasi seperangkat pertanyaan berkenaan dengan pemilihan desain penelitian, yaitu :
1. Apakah tujuan utama penelitian untuk menjelaskan variable dan kelompok berdasarkan situasi penelitian, menguji suatu hubungan, atau menguji sebab akibat pada situasi tertentu?
2. Apakah suatu perlakuan (treatment) akan digunakan?
3. Jika ya, apakah treatment akan dikontrol oleh peneliti?
4. Apakah sampel akan dikenai pretest sebelum treatment?
5. Apakah sampel akan diseleksi secara random?
6. Apakah sampel akan diteliti sebagai satu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok?
7. Berapa besarnya kelompok yang akan diteliti?
8. Berapa jumlah masing-masing kelompok?
9. Apakah setiap kelompok akan diberikan tanda secara random?
10. Apakah pengukuran variabelnya akan diulang?
11. Apakah menggunakan pengumpulan data corss-sectional atau cross time?
12. Apakah variable sudah diidentifikasi?
13. Apakah data yang sedang dikumpulkan memiliki banyak variable?
14. Strategi apa yang dipakai untuk mengontrol variable yang bervariasi?
15. Strategi apa yang digunakan untuk membandingkan suatu variable atau kelompok?
16. Apakah suatu variabel akan dikumpulkan secara singkat atau multipel?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dijawab secara cermat agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan penelitian.

Tipe-Tipe Desain Penelitian

Secara garis besar ada dua macam tipe desain, yaitu: Desain Non-ekperimental dan Desain Eskperimental. Faktor-faktor yang membedakan kedua desain ini ialah pada desain pertama tidak terjadi manipulasi variabel bebas sedang pada desain yang kedua terdapat adanya manipulasi variabel bebas. Tujuan utama penggunaan desain yang pertama ialah bersifat eksplorasi dan deskriptif; sedang desain kedua bersifat eksplanatori (sebab akibat). Jika dilihat dari sisi tingkat pemahaman permasalahan yang diteliti, maka desain non-eksperimental menghasilkan tingkat pemahaman persoalan yang dikaji pada tataran permukaan sedang desain eksperimental dapat menghasilkan tingkat pemahaman yang lebih mendalam. Kedua desain utama tersebut mempunyai sub-sub desain yang lebih khusus. Yang termasuk dalam kategori pertama desain penelitian deskriptif, desain penelitian korelasional, Sedang yang termasuk dalam kategori kedua ialah percobaan di lapangan (field experiment) dan percobaan di laboratorium (laboratory experiment)

1. Desain Penelitian Non-eksperimen

a. Desain Penelitian Deskriptif

Penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan untuk mendiskripsikan atau menggambarakan fakta-fakta mengenai populasi secara sistematis, dan akurat. Dalam penelitian deskriptif fakta-fakta hasil penelitian disajikan apa adanya. Hasil penelitian deskriptif sering digunakan, atau dilanjutkan dengan dilakukannya penelitian analitik. Desain penelitian deskriptif dibedakan menjadi dua : desain penelitian studi kasus dan desain penelitian survai (Nursalam, 2003: 83-84).

1) Desain penelitian studi kasus

Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif, misalnya satu pasien, keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi (Nursalam, 2003 : 83). Karakteristik studi kasus adalah subjek yang diteliti sedikit tetapi aspek-aspek yang diteliti banyak.

2) Desain penelitian survai

Survai adalah suatu desain penelitian yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi dan hubungan antar variable dalam suatu populasi (Nursalam, 2003 : 84). Karakteristik dari penelitian survai adalah bahwa subjek yang diteliti banyak atau sangat banyak sedangkan aspek yang diteliti sangat terbatas.

b. Desain penelitian korelasional

Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendetksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu factor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien korelasi (Suryabrata, 2000 : 24). Hubungan korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang lain dan dengan demikian dalam rancangan korelasional peneliti melibatkan paling tidak dua variabel (Nursalam, 2003 : 84). Jika variabel yang diteliti ada dua, maka masing-masing merupakan variabel bebas dan variabel terikat. Bila variabel yang diteliti lebih dari dua, maka dua atau lebih variabel sebagai variabel bebas atau prediktor dan satu variabel sebagai variabel terikat atau kriterium.

c. Desain Penelitian Kausal-komparatif

Penelitian kausal-komparatif difokuskan untuk membandingkan variable bebas dari beberapa kelompok subjek yang mendapat pengaruh yang berbeda dari variabel bebas. Pengaruh variabel bebas terhadap variable terikat terjadi bukan karena perlakuan dari peneliti melainkan telah berlangsung sebelum penelitian dilakukan.
Desain penelitian kausal-komparatif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu desain penelitian kohort dan desain penelitian kasus kontrol (Nursalam, 2003 : 86).

1) Desain penelitian kohort

Pendekatan yang dipakai pada desain penelitian kohort adalah pendekatan waktu secara longitudinal atau time period approach. Sehingga penelitian ini disebut juga penelitian prospektif.

2) Desain penelitian kasus kontrol

Desain penelitian kasus kontrol merupakan kebalikan dari desain penelitian kohort, dimana peneliti melakukan pengukuran pada variabel terikat terlebih dahulu. Sedangkan variabel bebas dteliti secara retrospektif untuk menentukan ada tidaknya pengaruh pada variabel terikat.

d. Desain Penelitian Tindakan

Penelitian tindakan atau action research merupakan penelitian yang bertujuan mengembangkan keterampilan-keterampilan baru atau cara pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di dunia kerja atau dunia actual yang lain (Sumadi Suryabrata, 2000 : 35).

Penelitian tindakan mempunyai ciri-ciri : 1) praktis dan langsung relevan untuk situasi actual dalam dunia kerja, 2) menyediakan kerangka kerja yang teratur untuk pemecahan masalah dan perkembangan-perkembangan baru, 3) fleksibel dan adaptatif, dan 4) memiliki kekurangan dalam hal ketertiban ilmiha (Sumadi Suryabrata, 2000 : 35).

4. Desain Penelitian Eksperimen

a. Sistem notasi

Sebelum membicarakan desain dan eksperimental, sistem notasi yang digunakan perlu diketahui terlebih dahulu. Sistem notasi tersebut adalah sebagai berikut (Sarwono, 2006) :
X : Digunakan untuk mewakili pemaparan (exposure) suatu kelompok yang diuji terhadap suatu perlakuan ekspe-rimental pada variabel bebas yang kemudian efek pada variable tergantungnya akan diukur.
O : Menunjukkan adanya suatu pengukuran atau observasi terhadap variable tergantung yang sedang diteliti pada individu, kelompok atau obyek tertentu.
R : menunjukkan bahwa individu atau kelompok telah dipilih dan ditentukan secara random..

b. Jenis-jenis desain ekperimental
Ditinjau berdasarkan tingkat pengendalian variable, desain penelitian eksperimental dapat dibedakan menjadi 3, yaitu : a. Desain penelitian pra-eksperimental, b. desaian penelitian eksperimental semu, dan c. desain penelitian eksperimental sungguhan (Nursalam, 2003: 87).

1) Desain penelitian pra-eksperimental

Desain penelitian pra-eksperimental ada tiga jenis yaitu 1) one-shot case study, 2) one-group pre-post tes design, dn 3) static group design (Suryabrata, 2000 : 55; Nursalam, 2003 : 87).

a) One-shot case study
Prosedur desain penelitian one-shot case study adalah sebagai berikut. Sekolompok subjek dikenai perlakuan tertentu (sebagai variable bebas) kemudian dilakukan pengukuran terhadap variable bebas.

b) One group pretest-posttes design
Prosedur desain penelitian ini adalah : a) dilakukan pengukuran variable tergantung dari satu kelompok subjek (pretest), b) subjek diberi perlakuan untuk jangka waktu tertentu (exposure), c) dilakukan pengukuran ke-2 (posttest) terhadap variable bebas, dan d) hasil pengukuran prestest dibandingan dengan hasil pengukuran posttes.

c) Static Group Comparison
Desain ketiga adalah static group comparison yang merupakan modifikasi dari desain b. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih sebagai objek penelitian. Kelompok pertama mendapatkan perlakuan sedang kelompok kedua tidak mendapat perlakuan. Kelompok kedua ini berfungsi sebagai kelompok pembanding / pengontrol.

2) Desain penelitian eksperimen semu (quasy-experiment)

Desain penelitian eksperimen semu berupaya mengungkap hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol dan kelompok ekperimen tetapi pemilihan kedua kelompok tersebut tidak dilakukan secara acak (Nursalam, 2003 : 89). Kedua kelompok tersebut ada secara alami.

3) Desain eksperimen sungguhan (true-experiment)
Desain ini memiliki karakteristik dilibatkannya kelompok control dan kelompok eksperimen yang ditentukan secara acak. Ada tiga jenis desain penelitian yang termasuk desain eksperimental sungguhan , yaitu : 1) pasca-tes dengan kelompok eksperimen dan control yang diacak, 2) pra-tes dan pasca-tes dengan kelompok eksperimen dan kontrol yang diacak, dan 3) gabungan desain pertama dan kedua (Nursalam, 2003 : 90-91).
(1) Pasca-tes dengan pemilihan kelompok secara acak
Pada rancangan ini kelompok eksperimen diberi perlakuan sedangkan kelompok control tidak. Pengukuran hanya diberikan satu kali yaitu setelah perlakuan diberikan kepada kelompok eksperimen.

(2) Pra dan pasca tes dengan pemilihan kelompok secara acak
Dalam rancangan ini ada dua kelompok yang dipilih secara acak. Kelompok pertama diberi perlakuan (kel. Ekperimen) dan kelopok kedua tidak diberi perlakuan (kel. Control). Observasi atau pengkukuran dilakukan untuk kedua kelompok baik sebelum maupun sesudah pemberian perlakuan.

(3) Desain Solomon
Desain yang merupakan penggabungan dari desain 1) dan desain 2) disebut desain Solomon atau Randomized Solomon Four-Group Design. Ada empat kelompok yang dilibatkan dalam penelitian ini : dua kelompok kontrol dan dua kelompok eksperimen. Pada satu pasangan kelompok eskperimen dan kontrol diawali dengan pra-tes, sedangkan pada pasangan yang lain tidak.

Uji Chi-Square dalam excel.

Uji Chi-Square dalam excel.

Lihat Kodenya! anda bisa mendapatkan nilai Chi-Square Hitung dan probabilitasnya:

Chi Square Excel
Chi Square Excel


Agar bisa melihat kode, lihat pada Skydrive.com dengan cara klik tombol kanan bawah. Open in excel dan Download.


Agar anda memahami artikel ini, anda kami harap membaca artikel kami yang berjudul: "Rumus Chi-Square".

Dapatkan nilai-nilai Chi-Square Tabel dalam Link Ini: Chi-square tabel dalam excel

Hipotesis Penelitian

Hipotesis Penelitian

1. Pengertian Hipotesis

Hipotesis dapat dijelaskan dari berbagai sudut pandang, misalnya secara etimologis, teknis, statistik, dst.
a. Secara etimologis, hipotesis berasal dari dua kata hypo yang berarti “kurang dari” dan thesis yang berarti pendapat. Jadi hipotesis merupakan suatu pendapat atau kesimpulan yang belum final, yang harus diuji kebenarannya (Djarwanto, 1994 : 13).
b. Hipotesis merupakan suatu pernyataan sementara yang diajukan untuk memecahkan suatu masalah, atau untuk menerangkan suatu gejala (Donald Ary, 1992 : 120).
c. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris (Moh.Nazir, 1998: 182).
d. Secara teknis, hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian (Sumadi Suryabrata, 1991 : 49).
e. Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan parameter yang akan diuji melalui statistik sample (Sumadi Suryabrata, 2000 : 69).
f. Ditinjau dalam hubungannya dengan variabel, hipotesis merupakan pernyataan tentang keterkaitan antara variabel-variabel (hubugan atau perbedaan antara dua variabel atau lebih).
g. Ditinjau dalam hubungannya dengan teori ilmiah, hipotesis merupakan deduksi dari teori ilmiah (pada penelitian kuantitatif) dan kesimpulan sementara sebagai hasil observasi untuk menghasilkan teori baru (pada penelitian kualitatif).


2. Dasar Pemikiran Pembuatan Hipotesis

Dalam penelitian kuantitatif, keberadaan hipotesis dipandang sebagai komponen penting dalam penelitian. Oleh karena itu sebelum terjun ke lapangan hendaknya peneliti telah merumuskan hipotesis penelitiannya. Pentingnya hipotesis dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Hipotesis yang mempunyai dasar yang kuat menunjukkan bahwa peneliti telah mempunyai cukup pengetahuan untuk melakukan penelitian pada bidang tersebut.
b. Hipotesis memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran data.
c. Hipotesis merupakan petunjuk tentang prosedur apa saja yang harus diikuti dan jenis data apa saja yang harus dikumpulkan.
d. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penelitian.


3. Ciri-ciri Rumusan Hipotesis

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan peneliti dalam merumuskan hipotesis (Sumadi Suryabrata, 2000 : 70), yaitu :
a. Hipotesis harus menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih (dalam satu rumusan hipotesis minimal terdapat dua variabel).
b. Hipotesis hendaknya dinyatakan secara deklaratif (kalimat pernyataan).
c. Hipotesis hendaknya dirumuskan dengan jelas.
d. Hipotesis harus dapat diuji kebenarannya.



4. Jenis-jenis Hipotesis

Ada beberapa jenis hipotesis. Untuk mempermudah dalam mempelajari, hipotesis dapat diklasifikasikan berdasarkan rumusannya dan proses pemerolehannya.

a. Ditinjau dari rumusannya, hipotesis dibedakan menjadi :
1) Hipoteis kerja, yaitu hipotesis “yang sebenarnya” yang merupakan sintesis dari hasil kajian teoritis. Hipotesis kerja biasanya disingkat H1 atau Ha.
2) Hipotesis nol atau hipotesis statistik, merupakan lawan dari hipotesis kerjadan sering disingkat Ho.
Ada kalanya peneliti merumuskan hipotesis dalam bentuk H1 dan Ho untuk satu permasalahan penelitian. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa Ho „sengaja” dipersiapkan untuk ditolak, sedangkan H1 “dipersiapkan” untuk diterima (Sudarwan Danim dan Darwis, 2003 : 171).

b. Ditinjau dari proses pemerolehannya, hipotesis dibedakan menjadi:
1) Hipotesis induktif, yaitu hipotesis yang dirumuskan berdasarkan pengamatan untuk menghasikan teori baru (pada penelitian kualitatif)
2) Hipotesis deduktif, merupakan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan teori ilmiah yang telah ada (pada penelitian kuantitatif).

Hubungan antara hipotesis dengan observasi dan teori ilmiah pada hipotesis induktif dan deduktif dapat divisualisasikan sebagai berikut (Trochim, 2005).

Diagram Hipotesis
Diagram Hipotesis

Semoga Bermanfaat.