Monday, November 17, 2014

Pengertian Ringkasan, Rangkuman, Ikhtisar, dan Sinopsis

Kita sering mendengar kata ringkasan, rangkuman ikhtisar dan sinopsis. Pernahkan terfikir apa persamaan dan perbedaan antara semua kata tersebut?

1. Ringkasan

Bentuk ringkas dari karangan yang masih memperlihatkan sosok dasar dari aslinya. Inti tidak meninggalkan urutan dasar yang melandasinya. Dengan kata lain memangkas hal-hal yang lebih kecil yang meliputi gagasan utama bacaan, kerangka dasar masih tampak jelas.
Ringkasan adalah penyajian karangan atau peristiwa yang panjang dalam bentuk yang singkat dan efektif. Ringkasan adalah sari karangan tanpa hiasan. Ringkasan itu dapat merupakan ringkasan sebuah buku, bab, ataupun artikel. Fungsi sebuah ringkasan adalah memahami atau mengetahui sebuah buku atau karangan. Dengan membuat ringkasan, kita mempelajari cara seseorang menyusun pikirannya dalam gagasan-gagasan yang diatur dari gagasan yang besar menuju gagasan penunjang, melalui ringkasan kita dapat menangkap pokok pikiran dan tujuan penulis.

Ciri-ciri ringkasan:
  1. Inti tidak meninggalkan urutan dasar karangan.
  2. Kerangka dasar masih tampak jelas
  3. Memangkas gagasan utama menjadi lebih ringkas
  4. Tujuannya untuk  memangkas gagasan.

2. Rangkuman

Rangkuman Adalah ekstrak dari suatu tulisan, berita atau sesuatu pembahasan, sehingga bisa menyimpulkan dengan singkat suatu tulisan, berita atau pembahasan tersebut.
Rangkuman menurut Djuharni, 2001 Rangkuman merupakan hasil kegiatan merangkum. Rangkuman dapat di artikan sebagai suatu hasil merangkum atau meringkas suatu tulisan atau pembicaraan menjadi suatu uraian yang lebih singkat dengan perbandingan secara proporsional antara bagian yang dirangkum dengan rangkumannya. Rangkuman dapat pula diartikan sebagai hasil merangkai atau menyatukan pokok – pokok penbicaraan atau tulisan yang terpencar dalam bentuk pokok – pokoknya saja.

3. Ikhtisar

Pada dasarnya sama dengan ringkasan dilihat dari tujuannya, keduanya mengambil betuk kecil dari suatu karangan panjang. Perbedaannya ikhtisar tidak mempertahankan urutan gagasan yang membangun karangan itu, terserah pada pembuat ikhtisar. Untuk mengambil inti dia bebas mengambil kata-kata, asal tetap menunjukan inti dari bacaan tersebut.
Ciri- ciri ikhtisar:
  1. Tidak mempertahnkan urutan gagasan
  2. Bebas mengkombinasikan kata-kata asal tidak menyimpang dari inti.
  3. Tujuannya untuk mengambil inti.

4. Sinopsis

Pengertian pertama: Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Sinopsis adalah ikhtisar yang biasanya diterbitkan bersama-sama dengan karangan asli yang menjadi dasar synopsis itu.
Pengertian Kedua: Sinopsis adalah ringkasan cerita dari sebuah novel. jika kalian ingin membuat sinopsis, jangan lupa tentukan dulu Tema, Latar, Alur, dan Penokohannya..
Tema : gagasan pokok, pokok cerita
Latar : tempat dan waktu terjadinya peristiwa    
Alur : jalan cerita
penokohan : pelaku cerita

Deiksis


Deiksis merupakan salah satu kajian dalam pragmatik. Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani yaitu deikitos yang berarti “Hal penunjukan secara langsung”.  Deiksis merupakan penunjukan kata-kata yang merujuk pada sesuatu, yakni kata-kata tersebut dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan. Sebuah kata pada deiksis dapat berubah berdasarkan situasi pembicaraan. Deiksis dibedakan atas lima macam, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial (Nababan, 1987:40—45).

Deiksis persona merupakan deiksis yang menunjukkan diri penutur. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila ia tidak berbicara lagi dan kemudian menjadi pendengar, maka ia berganti memakai topeng yang disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan) diberi topeng yang disebut persona ketiga (Djajasudarma, 2009:52).
Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu (Nababan, 1987:41). Menurut Nadar (2009:55), deiksis tempat berhubungan dengan pemahaman lokasi atau tempat yang dipergunakan peserta pertuturan dalam situasi pertuturan. Dalam berbahasa, orang akan membedakan antara di sini, di situ, dan di sana. Hal ini dikarenakan di sini lokasinya dekat dengan si pembicara, di situ lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan di sana lokasinya tidak dekat dari si pembicara, dan tidak pula dekat dari pendengar.
Deiksis waktu ialah pengungkapan (= pemberian bentuk) kepada titik atau jarak waktu dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat (=peristiwa berbahasa), yaitu sekarang; bandingkan pada waktu itu, kemarin, bulan ini, dan sebagainya. Hal senada dikemukakan Nadar (2009:55), deiksis waktu berhubungan dengan pemahaman titik ataupun rentang waktu saat tuturan dibuat. Lebih lanjut Purwo (1984:71), mengemukakan bahwa kata deiksis waktu seperti siang, pagi, sore, dan malam tidak bersifat deiksis, karena perbedaan masing-masing kata itu ditentukan berdasarkan patokan posisi bumi terhadap matahari. Kata waktu bersifat deiksis, apabila yang menjadi patokan adalah si pembicara. Kata sekarang bertitik labuh pada saat si pembicara mengucapkan kata itu (dalam kalimat), atau yang disebut saat tutur.


Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau sedang dikembangkan. Gejala ini dalam tata bahasa disebut anafora (merujuk kepada yang sudah disebut) dan katafora (merujuk kepada yang akan disebut). Bentuk-bentuk yang dipakai mengungkapkan deiksis wacana itu ialah kata/frasa; ini, itu, yang terdahulu, yang berikut, yang pertama disebut, begitulah, dan sebagainya.


e.      Deiksis sosial mengikuti pemilihan kata ganti persona yang dipergunakan dalam situasi pembicaraan (sopan santun berbahasa). Pemakaian deiksis sosial dalam situasi pembicaran atau penggunaan tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa sering juga disebut dengan istilah undha usuk. Menurut Nababan (1987:43), sistem penggunaan bahasa yang mendasari berbahasa seperti ini disebut sopan santun berbahasa atau honorifics. Setiap bahasa memiliki  kompleksitas sistem sopan-santun berbahasa. Namun, setiap bahasa tersebut  hakikatnya memiliki kesamaan dalam mengungkapkan kata ganti orang, sistem sapaan, dan penggunaan gelar, seperti; engkau, kamu, tuan, saudara, bapak, ibu, nyonya, Drs, Prof, dan sebagainya. Gejala kebahasaan yang didasarkan pada sikap sosial atau kemasyarakatan atau sopan terhadap orang disebut eufemisme (pemakaian kata halus). Inilah yang membuat orang memakai kata wafat atau meninggal untuk menggantikan kata mati. Wanita tunasusila atau WTS untuk menggantikan kata pelacur, dan WC untuk menggantikan kata jamban, serta tunanetra untuk menggantikan kata buta..

PENGERTIAN KOHESI DAN KOHERENSI


  
           
Hakekat Kohesi dan Koherensi
1.      KOHESI
Ialah keserasian hubungan antar unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Kohesi mengacu pada aspek bentuk atau aspek formal bahasa, dan wacana itu terdiri dari kalimat-kalimat.
   Pengertian kohesi menurut beberapa tokoh :
a.       Tarigan (1987 : 96 )
Kohesi atau kepaduan wacana menurut aspek formal bahasa dalam wacana.
b.      Gutwinsky dalam Tarigan (1987 : 97 )
Kohesi atau kepaduan wacana ialah hubungan antar kalimat didalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal Maupin dalm strata leksikal tertentu.
c.       Halliday dan Hasan dalam Tarigan (1987 : 97 )
Dalam kohesi menggunakan penanda yang dipakai untuk menandai kohesif.
Penanda yang digunakan untuk mencapai kekohesifan wacana ialah sebagai berikut :
1)      Pronomina
Disebut juga kata ganti.dalam bahasa Indonesia kata ganti terdiri
dari :
a.       Kata ganti diri
Dalam bahasa Indonesia meliputi : kulo, aku, kami, kita, engkau, kau, kamu, kalian, anda, ia, dan mereka.
b.      Kata ganti petunjuk
Dalam bahasa Indonesia meliputi : ini, itu, di sana, di situ, di sini, sana, sini, dan ke sana.
c.       Kata ganti penanya
Dalam bahasa Indonesia meliputi : apa, siapa, dimana, dan mana.
d.      Kata ganti penghubung
Dalam bahasa Indonesia meliputi : yang
e.       Kata ganti tak tentu
Dalam bahasa Indonesia meliputi : siapa-siapa, masing-masing, sesuatu.
2)      Substitusi
Merupakan hubungan gramatikal, lebih bersifat hubungan makna dan kata.
Ø  Macam-macam sifat substitusi dalam bahasa Indonesia :
a.nominal
b. verbal
c. klausal
d. campuran
misalnya : satu, sama, seperti, itu, sedemikian rupa, demikian pula, melakukan hal yang sama.
3)      Elipsis
Ialah peniadaan kata yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks luar bahasa.
Ø  Macam-macam ellipsis :
a.       Nominal
b.      Verbal
c.       Klausal
4)      Konjungsi
Digunakan untuk menggunakan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, atau paragraph dengan paragfraf.
Ø  Macam-macam konjungsi dalam bahasa Indonesia :
a.       Konjungsi adversativef : tetapi, namun
b.      Konjungsi kausal           : sebab, karena
c.       Konjungsi koordinatif    : dan, atau, tetapi
d.      Konjungsi korelatif        : entah, baik, maupun
e.       Konjungsi subordinatif   : meskipun, kalau, bahwa
f.       Konjungsi temporal       : sebelum, sesudah
5)      Leksikal
Diperoleh dengan cara memilih kosakata yang serasi, misalnya pengulangan kata yang sama, sinonim, antonym, hiponim, kolokasi, dan ekuivalen.
2.      KOHERENSI
Ialah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan,fakta, dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dihubungkan.
Ø  Macam-macam penanda koherensi antara lain :
a.       Penambahan (aditif )
Penandaan koherensi yang bersifat aditf atau berupa penambahan antara lain : dan, juga, selanjutnya, lagi pula, serta.
b.      Rentetan (seri )
Penandaan koherensi yang berupa rentetyan atau seri adalah pertama, kedua,…, berikut, kemudian, selanjutnya, akhirnya.
c.       Keseluruhan ke sebagian
Yaitu pembicaraan atau tulisan yang dimulai dari keseluruhan, baru kemudian beralih atau memperkenalkan bagian-bagiannya.
d.      Kelas ke anggota
Penanda koherensi ialah dengan menyebutkan bagian yang umum menuju ke bagian-bagian lebih khusus.
e.       Penekanan
Frasa yang memberikan penekanan terhadap kalimat sebelumnya ataupun kalimat sesudahnya.
f.       Perbandingan (Komparasi )
Penanda koherensi berupa sama halnya, hal serupa, hal yang sama, seperti.
g.      Pertentangan (Kontras )
Penanda koherensi berupa tetapi, taoi, meskipun, sebaliknya, namun, walaupun, dan namun demikian.
h.      Hasil (Simpulan )
Penanda koherensi ini ialah kata atau frasa yang mengacu pada simpulan.
i.        Contoh (Misal )
Penanda ini berupa umpamanya, misalnya, contohnya.
j.        Kesejajaran (Paralel )
k.      Tempat (Lokasi )
Penanda koherensi ini antara lain : di sini, di sana, di rumah, dll
l.        Waktu (Kala )
Penanda koherensi ini antara lain : mula-mula, sementara itu, tidak lama kemudian, ketika itu.

Keterampilan Berbahasa

Keterampilan Berbahasa
I. Pengertian Keterampilan Berbahasa

Menurut Hoetomo MA (2005:531-532) terampil adalah cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. atau kecakapan yang disyaratkan. Dalam pengertian luas, jelas bahwa setiap cara yang digunakan untuk mengembangkan manusia, bermutu dan memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sebagaimana diisyaratkan (Suparno, 2001:27).   Keterampilan Berbahasa


II. Jenis – Jenis Keterampilan Berbahasa 

Sehubungan dengan penggunaan bahasa, terdapat empat keterampilan dasar bahasa, yaitu mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan Berbahasa

1.    Keterampilan Menyimak
Menyimak adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat reseftif. Dengan demikian di sini berarti bukan sekedar mendengarkan bunyi-bunyi bahasa melainkan sekaligus memahaminya. Dalam bahasa pertama (bahasa ibu), kita memperoleh keterampilan mendengarkan melalui proses yang tidak kita sadari sehingga kitapun tidak menyadari begitu kompleksnya proses pemmerolehan keterampilan mendengar tersebut. Berikut ini secara singkat disajikan disekripsi mengenai aspek-aspek yang terkait dalam upaya belajar memahami apa yang kita sajikan dalam bahasa kedua.

Ada dua jenis situasi dalam mendengarkan yaitu situasi mendengarkan secara interaktif dan situasi mendengarkan secara non interaktif. Mendengarkan secara interaktif terjadi dalam percakapan tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu. Dalam mendengarkan jenis ini kita secara bergantuan melakukan aktivitas mendengarkan dan memperoleh penjelsan, meminta lawan bicara mengulang apa yang diucapkan olehnya atau mungkin memintanya berbicara agak lebih lambat. Kemudian contoh situasi-situasi mendengarkan noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, dan film, khotbah atau mendengarkan dalam acara-acara seremonial. Dalam situasi mendengarkan nonietraktif tersebut, kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa meminta pembicaraan diperlambat.

Berikut ini adalah keterampilan-keterampilan mikro yang terlibat ketika kita berupaya untuk memahami apa yang kita dengar, yaitu pendengar harus;
  • Menyimpan/mengingat unsur bahasa yang didengar menggunakan daya ingat jangka pendek (short term memory).
  • Berupaya membedakan bunti-bunyi yang yang membedakan arti dalam bahasa target.
  • Menyadari adanya bentuk-bentuk tekanan dan nada, warna suara dan intinasi, menyadari adanya reduksi bentuk-bentuk kata.
  • Membedakan dan memahami arti dari kata-kata yang didengar.
  • Mengenal bentuk-bentuk kata yang khusus (typical word-order patterns) Keterampilan Berbahasa

2.    Keterampilan Berbicara
Kemudian sehubungan dengan keterampilan berbicara secara garis besar ada tiga jenis situasi berbicara, yaitu interaktif, semiaktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi berbicara interaktif, misalnya percakapan secara tatap muka dan berbicara lewat telepon yang memungkinkan adanya pergantuan anatara berbicara dan mendengarkan, dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan atau kiat dapat memintal lawan berbicara, memperlambat tempo bicara dari lawan bicara. Kemudian ada pula situasi berbicara yang semiaktif, misalnya dalam berpidato di hadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka. Beberapa situasi berbicara dapat dikatakan bersifat noninteraktif, misalnya berpidato melalui radio atau televisi.

Berikut ini beberapa keterampilan mikro yang harus dimiliki dalam berbicara, dimana permbicara harus dapat;
  • Mengucapkan bunyi-bunyi yang berbeda secara jelas sehingga pendengar dapat membedakannya.
  • Menggunakan tekanan dan nada serta intonasu secara jelas dan tepat sehingga pendengar daoat memahami apa yang diucapkan pembicara.
  • Menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang tepat.
  • Menggunakan register aau ragam bahasa yang sesuai terhadap situasi komunikasi termasuk sesuai ditinjau dari hubungan antar pembicara dan pendengar.
  • Berupaya agar kalimat-kalimat untama jelas bagi pendengar.

3.    Keterampilan Membaca

Membaca adalah keterampilan reseptif bahasa tulis. Keterampilan membaca dapat dikembangkan secara tersendiri, terpisah dari keterampilan mendengar dan berbicara. Tetapi, pada masyarakat yang memilki tradisi lireasi yang telah berkembang, seringkali keterampilan membaca dikembangkan secara terintergrasi dengan keterampilan menyimak dan berbicara.
Keterampilan-keterampilan mikro yang terkait dengan proses membaca yang harus dimiliki oleh pembicara adalah; Keterampilan Berbahasa
  • Mengenal sistem tulisan yang digunakan.
  • Mengenal kosakata.
  • Menentukan kata-kata kunci yang mngindentifikasikan topik dan  gagasan utama.
  • Menentukan makna kata-kata, termasuk kosakata split, dari   konteks tertulis.
  • Mengenal kelas kata gramatikal, kata benda, kata sifat, dan sebagainya.

4.    Keterampilan Menulis
Menulis adalah keterampilan produktif dengan menggunakan tulisan. Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena menulis bukanlah sekedar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat, melainkan juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur.

Berikut ini keterampilan-keterampilan mikro yang diperlukan dalam menulis. 
  • Menggunakan ortografi dengan benar, termasuk di sini penggunaan ejaan.
  • Memilih kata yang tepat.
  • Menggunakan bentuk kata dengan benar.
  • Mengurutkan kata-kata dengan benar.
  • Menggunakan struktur kalimat yang tepat dan jelas bagi pembaca.

5. Keterampilan Menulis 
Keterampilan menulis adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam bidang tulis menulis sehingga tenaga potensial dalam menulis. Keterampilan menulis untuk saat sekarang telah menjadi rebutan dan setiap orang berusaha untuk dapat berperan dalam dunia menulis. Banyak orang berusaha meningkatkan keterampilan menulisnya dengan harapan dapat menjadi penulis handal. Keterampilan Berbahasa

Seperti diketahui, menulis itu adalah sebuah keterampilan sehingga dapat dilatih sedemikia rupa meningkatkan kemampuan tersebut. Dalam dunia penulisan, pengetian keterampilan menulis seringkali menjadi sesuatu yang bias sehingga banyak yang tidak memahami pengertian yang sesungguhnya. Hal ini banyak dibuktikan dari kenyataan banyak yang menganggap bahwa menulis itu ditentukan karena bakat.

Apakah benar, kemampuan menulis itu ditentukan oleh bakat? Jika ditelaah pengertian bakat, setidaknya secara sederhana anda dapat  mengatakan bahwa  bakat adalah kemampuan yang dimiliki dan dibawa seseorang sejak lahir. Padahal sebenarnya pengertian keterampilan menulis itu adalah keterampilan itu sendiri. Artinya, seseorang mempunyai kemampuan menulis karena dia terampil. Sementara untuk dapat terampil dalam menulis, maka dia harus melakukannya secara langsung atau melatih dirinya sehingga terampil. Dengan demikian pengertian keterampilan menulis adalah kemampuan yang didapat dan dimiliki oleh seseorang setelah melalui proses pelatihan secara itens, khusus dalam bidang menulis. Dengan mengikuti pelatihan atau berlatih secara itens, maka seseorang dapat terampil menulis. 

Tata Bunyi Bahasa Indonesia


BAB I. PENDAHULUAN
A        .  Latar  Belakang
Setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, walaupun dikatakan mempunyai system dalam pemakaiannya selalu timbul masalah-masalah, baik masalah yang berhubungan dengan bunyi, bentuk kata, penulisan, maupun pemakaian kalimat. Hal itu disebabkan sifat bahasa yang  selalu berkrmbang seiring dengan perkembangan pikiran dan budaya pemakai bahasa yang bersangkutan. Oleh sebab itu, timbulnya masalah kebahasaan pada bahasa tertentu, misalnya dalam bahasa Indonesia, tidak berarti bahasa itu kurang maju, kurang mapan, dan sebagainya.
Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat kita yang memakai bahasa Indonesia tetapi tuturan atau ucapan daerahnya terbawa kedalam tuturan bahasa Indonesia. Tidak sedikit seseorang yang berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan lafal atau intonasi Jawa, Banjar, Sunda, Batak, Bugis, dan sebagainya. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar bangsa Indonesia memposisikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasa daerah masing-masing.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui cara pengucapan atau lafal yang baik dan benar sesuai dengan kaidah dalam bahasa Indonesia yang berlaku.
B.   Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang muncul berdasarkan latar belakang di atas adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan vokal dan konsonan ?
2.      Bagaimana cara pengucapan huruf vokal dan konsonan yang baik dan benar ?
3.      Hal apa saja yang perlu kita ketahui dalam mempelajari vokal dan konsonan ?
4.      Bagaimana penulisan vokal dan konsonan yang baik dan benar dalam kaidah bahasa Indonesia ?
C.   Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mempelajari bidang ilmu linguistic khususnya vokal dan konsonan.
2.      Untuk memperdalam pemahaman tentang vokal dan konsonan.
3.      Untuk memperbaiki kekeliruan penggunaan vocal dan konsonan dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Untuk mencari solusi terhadap bentuk-bentuk masalah terjadi dalam penggunaan bunyi bahasa, yang semakin berkembang sesuai perkembangan bahasa.
D.   Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah :
1.      Metode Perpustakaan.
2.      Metode Internet.
BAB II. ISI
BUNYI BAHASA DAN TATA BUNYI

Bunyi bahasa merupakan bunyi, yang merupakan perwujudan dari setiap bahasa, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang berperan di dalam bahasa. Bunyi bahasa adalah bunyi yang menjadi perhatian para ahli bahasa. Bunyi bahasa ini merupakan sarana komunikasi melalui bahasa dengan cara lisan. Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat, yaitu (1) sumber tenaga, (2) alat ucap penghasil getaran, dan (3) rongga pengubah getaran.
1. VOKAL DAN KONSONAN
A.    VOKAL     
    Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor:
·       Tinggi-rendahnya posisi lidah (tinggi, sedang, rendah)
·       Bagian lidah yang dinaikkan (depan, tengah, belakang)
·       Bentuk bibir pada pembentukan vokal itu (normal, bundar, lebar/terentang)
Keenam vokal bahasa Indonesia dapat menduduki posisi di awal, tengah, atau akhir suku kata, seperti terlihat pada bagan dibawah ini.
     Posisi
Fonem
Awal
Tengah
Akhir
/i/
/ikan/                 ikan
/pintu/               pintu
/api/                 api
/e/
/ekor/                ekor
/nenek/              nenek
/sore/               sore
/ǝ/
/ǝmas/               emas
/ruwǝt/              ruwet
/tantǝ/              tante
/a/
/anak/                anak
/kantor/             kantor
/kota/               kota
/u/
/ukir/                 ukir
/tunda/              tunda
/bau/                bau
/o/
/obat/                obat
/kontan/            kontan
/toko/              toko
B.   KONSONAN
   Konsonan adalah bunyi bahasa yang arus udaranya mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor:
·       Keadaan pita suara (merapat atau merenggang - bersuara atau tak bersuara)
·       Penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap/artikulator (bibir, gigi, gusi, lidah, langit-langit)
·       Cara alat ucap tersebut bersentuhan/berdekatan
Artikulator adalah alat ucap yang bersentuhan atau yang didekatkan untuk membentuk bunyi bahasa.
·       Bilabial - bibir atas dan bibir bawah (kedua bibir terkatup), mis.: [p], [b], [m]
·       Labiodental - bibir bawah dan ujung gigi atas, mis.: [f]
·       Alveolar - ujung/daun lidah menyentuh/mendekati gusi, mis.: [t], [d], [s]
·       Dental - ujung/daun lidah menyentuh/mendekati gigi depan atas
·       Palatal - depan lidah menyentuh langit-langit keras, mis.: [c], [j], [y]
·       Velar - belakang lidah menempel/mendekati langit-langit lunak, mis.: [k], [g]
·       Glotal (hamzah) - pita suara didekatkan cukup rapat sehingga arus udara dari paru-paru tertahan, mis.: bunyi yang memisahkan bunyi [a] pertama dan [a] kedua pada kata saat
Cara artikulasi adalah cara artikulator menyentuh atau mendekati daerah artikulasi. Macamnya:
·       Bunyi hambat - kedua bibir terkatup, saluran ke rongga hidung tertutup, kemudian katup bibir dibuka tiba-tiba. Misal: [p] dan [b]
·       Bunyi semi-hambat - kedua bibir terkatup, udara dikeluarkan melalui rongga hidung. Misal: [m]
·       Bunyi frikatif - arus udara dikeluarkan melalui saluran sempit sehingga terdengar bunyi berisik (desis). Misal: [f] dan [s]
·       Bunyi lateral - ujung lidah bersentuhan dengan gusi dan udara keluar melalui samping lidah. Misal: [l]
·       Bunyi getar - ujung lidah menyentuh tempat yang sama berulang-ulang. Misal: [r]
Selain bunyi-bunyi di atas, ada bunyi yang cara pembentukannya sama seperti pembentukan vokal, tetapi tidak pernah dapat menjadi inti suku kata. Mis.: [w] dan [y].
C. FONEM
Fonem adalah bunyi bahasa yang berbeda atau mirip kedengarannya. Dalam ilmu bahasa fonem itu ditulis di antara dua garis miring: /.../.
/p/ dan /b/ adalah dua fonem karena kedua bunyi itu membedakan arti. Contoh:
               pola — /pola/        : bola — /bola/
               parang — /paraŋ/     : barang — /baraŋ/
               peras — /pɘras/      : beras — /bɘras/
Fonem dalam bahasa dapat mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung pada tempatnya dalam kata atau suku kata. Fonem /p/ dalam bahasa Indonesia, misalnya, dapat mempunyai dua macam lafal. Bila berada pada awal suku kata, fonem itu dilafalkan secara lepas. Pada kata /pola/, misalnya, fonem /p/ itu diucapkan secara lepas untuk kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila berada pada akhir kata, fonem /p/ tidak diucapkan secara lepas; bibir kita masih tetap rapat tertutup waktu mengucapkan bunyi ini. Dengan demikian, fonem /p/ dalam bahasa Indonia mempunyai dua variasi.
Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakan alofon. Alofon dituliskan di antara dua kurung siku [...]. Kalau [p] yang lepas kita tandai dengan [p] saja, sedangkan [p] yang tak lepas kita tandai dengan [p>], maka kita dapat berkata bahwa dalam bahasa Indonesia fonem /p/ mempunyai dua alofon, yakni [p] dan [p>].

                      

                        [i]                                             [u]
/i/                                                           /u/                         
                        [I]                                            [U]      
[e]                                            [o]
/e/                                                           /o/                        
                        [Ɛ]                                            [O]
D. GRAFEM
Grafem berbicara tentang huruf, sedangkan fonem berbicara tentang bunyi. Seringkali represenasi tertulis kedua konsep ini sama. Misalnya untuk menyatakan benda yang dipakai untuk duduk yang bernama "kursi", kita menulis kata kursi yang terdiri dari grafem <k>, <u>, <r>, <s>, dan <i>, dan mengucapkannya pun /kursi/ - dari segi grafem ada alima satuan, dan dari segi fonem juga ada lima satuan. Akan tetapi, hubungan satu-lawan-satu seperti itu tidak selalu kita temukan. Kata "ladang" mempunyai enam grafem, yakni <l>, <a>, <d>, <a>, <n>, dan <g>. Dari segi bunyinya perkaatan yang sama itu hanya mempunyai lima fonem, yakni /l/, /a/, /d/, /a/, dan /ŋ/ karena grafem <n> dan <g> hanya mewakili satu fonem /ŋ/ saja.
Bunyi yang dinyatakan oleh grafem <p> dan <g> dalam bahasa Indonesia jelas sangat berbeda. Sebaliknya, bunyi yang dinyatakan oleh grafem <p> dan <b> sangat berdekatan. Dengan perbedaan dan kemiripan seperti itu maka dalam percakapan telepon, perkataan "pula" dan "gula" tidak akan keliru ditangkap, sedangkan "pola" dan "bola" dapa dengan mudah membingungkan kita.
2.    VOKAL DALAM BAHASA INDONESIA
                   Dalam bahasa Indonesia ada enam vokal: /i/, /e/, /ǝ/, /a/, /u/, dan /o/. Meskipun bentuk bibir mempengaruhi kualitas vokal, dalam bahasa Indonesia bentuk ini tidak memegang peranan penting. Bagan di bawah ini memperlihatkan ke enam vokal bahasa Indonesia berdasarkan parameter tinggi-rendah dan depan-belakang lidah pada waktu pembentukannya.
                   Pada bagan itu tampak bahwa bahasa Indonesia memiliki dua vokal tinggi, tiga vokal sedang, dan satu vokal rendah. Berdasarkan parameter depan-belakang lidah, dua vokal merupakan vokal depan, dua vokal merupakan vokal tengah, dan dua yang lain merupakan vokal belakang.
                  
Depan
Tengah
Belakang
Tinggi
i
u
Sedang
e
ǝ
o
Rendah
a
3.     CARA PENULISAN VOKAL BAHASA INDONESIA
                   Hubungan antara fonem dengan grafem atau huruf tidak selalu satu-lawan-satu. Fonem /a/ dengan alofon tunggalnya diwakili oleh huruf < a > pula sehingga fonem /a/ selalu ditulis dengan huruf itu.
          Contoh:
                   /adik/                    ditulis              <adik>
                   /pandu/                ditulis               <pandu>
                   /dia/                     ditulis               <dia>
                   Sebaliknya, huruf < e > mewakili dua fonem, yakni /e/ dan /ǝ/, beserta alofonnya. Perhatikan tulisan fonemis dan ortografis pada contoh yang berikut.
                   /bǝsar/                  ditulis               <besar>
                   /kǝmas/                ditulis               <kemas>
                   /becek/                 ditulis               <becek>
                   Huruf < i > dan < u > masing-masing dipakai untuk menuliskan fonem /i./ dan /u/ tanpa memperhitungkan alofon.
          Contoh:
                   /kita/                    ditulis               <kita>
                   /adik/                    ditulis              <adik>
                   /bantin/                ditulis               <banting>
                   Huruf < o > dipakai untuk menuliskan fonem /o/ dengan alofonnya.
          Contoh:
                   /roda/                    ditulis              <roda>
                   /obat/                    ditulis              <obat>
                   /poton/                 ditulis               <potong>
                    Diftong /ay/, /aw/, dan /oy/ masing-masing ditulis dengan huruf <ai>, <ar> dan <oi>. Karena deretan vokal /ai/, /au/, dan /oi/ juga dituliskan dengan huruf yang sama maka dalam tulisan diftong dan deretan itu tidak dapat dibedakan.
          Contoh:
                   /pantay/                ditulis               <pantai>
                   /gulay/                  ditulis               <gulai> (makanan dari daging)
                   /gulai/                   ditulis               <gulai> (diberi gula)
4.     KONSONAN DALAM BAHASA INDONESIA
                Sesuai dengan artikulasinya, konsonan dalam bahasa Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan tiga faktor, yakni, (1) keadaan pita suara, (2) daerah artikulasi, (3) cara artikulasinya. Berdasarkan keadaan pita suara, konsonan dapat bersuara atau tak bersuara. Berdasarkan daerah artikulasinya, konsonan dapat bersifat bilabial, labiodental, alveolar, palatal, velar, atau glotal; dan berdasarkan cara artikulasinya, konsonan dapat berupa hambat, frikatif, nasal, getar, atau lateral. Di samping itu, ada lagi yang berwujud semivokal. Konsonan dalam bahasa Indonesia dapat disajikan dalam bentuk bagan berikut.
    Daerah
             Artikulasi
Cara            Artikulasi
Bilabial
Labio-
dental
Dental/
Alveolar
Palatal
Velar
Glotal
Hambat
Tak Bersuara
Bersuara
p
b
t
d
e
j
k
g
?
Frikatif
Tak Bersuara
Bersuara
f
s
z
s
x
h
Nasal
Bersuara
m
n
ň
ŋ
Getar
Bersuara
r
Lateral
Bersuara
l
Semivokal
Bersuara
w
y
            Pada bagan diatas nampak bahwa dalam bahasa Indonesia ada dua puluh        dua fonem konsonan. Cara memberi nama konsonan adalah dengan menyebut cara artikulasinya dulu, kemudian daerah artikulasinya, dan akhirnya keadaan pita suaranya. Fonem /p/, misalnya, adalah konsonan lambang bilabial yang tak bersuara, sedangkan /j/ adalah konsonan hambat palatal yang bersuara.

BAB III. PENUTUP
Kesimpulan
Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor:
·       Tinggi-rendahnya posisi lidah (tinggi, sedang, rendah)
·       Bagian lidah yang dinaikkan (depan, tengah, belakang)
·       Bentuk bibir pada pembentukan vokal itu (normal, bundar, lebar/terentang)
   Konsonan adalah bunyi bahasa yang arus udaranya mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor:
·       Keadaan pita suara (merapat atau merenggang - bersuara atau tak bersuara)
·       Penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap/artikulator (bibir, gigi, gusi, lidah, langit-langit)
·       Cara alat ucap tersebut bersentuhan/berdekatan
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pusataka
Benny. 2009. http://id.Wikibooks.org/w/bahasa_indonesia/bunyi. Bunyi Bahasa Indonesia.
       Diakses 10 Oktober 2010
Faisal, Muhammad, dkk. 2009. Kajian Bahasa Indonesia 3 SKS. Jakarta: Dikti
Moeliono, Anton. 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Zakaria.2007. http://pustaka.ut.id/website/fonologi_bahasa_indonesia.
Fonologi Bahasa Indonesia. Diakses 10 Oktober 2010