-------------------------------------------------------------------------------------------------------
KONSEP
DAN KAJIAN LINGUISTIK ALIRAN LONDON
(ALIRAN
FIRTHIAN)
Pendahuluan
Fokus
pembahasan ini adalah mengkaji konsep dan kajian linguistik aliran London
(Aliran Firthian). Namun, guna memudahkan dalam memahami konsep maupun kedudukan aliran tersebut dalam ragam aliran linguistik maka dipandang
penting untuk menyinggung beberapa hal terkait sehingga tampak sebagai satu alur
berpikir. Hal-hal yang dimaksud adalah pengertian aliran linguistik, beberapa
aliran linguistik, aliran linguistik Firthian, kontribusi aliran aliran linguistik Firthian bagi kebahasaan,
dan kesimpulan. Pembahasan dimulai dari pengertian aliran linguistik.
1.
Pengertian Aliran Linguistik
Linguistik adalah ilmu tentang
bahasa atau telaah ilmiah mengenai bahasa Sedangkan aliran linguistik adalah paham
atau pendapat tentang ilmu bahasa. Linguistik dapat digolongka ke dalam
beberapa cabang, di antaranya linguistik deskriptif, linguistik historis, linguistik
historis-komparatif, linguistik komputasi, dan linguistik terapan.
Linguistik deskriptif, yaitu bidang linguistik yang
menyelidiki sistem bahasa pada waktu tertentu. Arti lain, pendekatan linguistik
dengan mempergunakan teknik penelitian lapangan dan tata istilah yang sesuai
untuk bahasa yang diselidiki. Linguistik
historis adalah cabang linguistik yang
menyelidiki perubahan-perubahan jangka pendek dan jangka panjang dalam sistem
bunyi, gramatika, dan kosakata satu bahasa atau lebih.
Linguistik
historis-komparatif merupakan bidang linguistik yang menyelidiki perkembangan
bahasa dari satu masa ke masa yang lain. Linguistik komputasi ialah cabang
linguistik yang mempergunakan teknik komputer dalam penelitian bahasa dan
kesusasteraan, antara lain dengan menggunakan mesin penerjemah. Sedangkan
linguistik terapan merupakan istilah umum bagi pelbagai cabang linguistik yang
memanfaatkan deskripsi, metode, dan hasil penelitian linguistik untuk pelbagai
keperluan praktis (KBBI, 1995:596).
2.
Beberapa Aliran Linguistik
Secara
singkat dapat disebutkan beberapa aliran linguistik, yaitu aliran Praha, aliran
strukturalisme (Amerika), dan aliran London. Aliran Praha didirikan oleh
sekelompok linguis dari Czechoslovakia dan negara-negara lain yang tergabung
dalam The Linguistic Circle of Parague.
Tokoh-tokoh penting dalam aliran ini, yaitu: Vilem Mathisius (1882-1945),
Prince Nicolai Sergeyevich Trubeckoj (1890-1939), Andre Martinet (1908), dan
Roman Jakobson (1896).
Aliran
strukturalisme dikembangkan oleh para linguis dari Amerika, seperti Leonard
Bloomfield (1887-1950), Edward Sapir (1884-1939), dan Franz Boas (1858-1942). Strukturalisme
adalah gerakan linguistik yang berpandangan bahwa hubungan antara unsur-unsur
bahasa lebih penting daripada unsur-unsur itu sendiri, satu-satunya objek
bahasa adalah sistem bahasa, dan penelitian bahasa dapat dilakukan secara
sinkronis (KBBI, 1995:965). Selanjutnya, aliran London di bahas di bawah ini.
3.
Aliran Linguistik London (Firthian)
Aliran linguistik London (Firthian) terdiri
dari dua aliran yang berkaitan. Aliran pertama disebut aliran Firthian.
Sedangkan aliran kedua yang sebenarnya merupakan pengembangan dari aliran Firthia,
yaitu aliran neo-Firthian. Siapa tokoh dan bagaimana gagasan mereka tentang
linguistik?
3.1
Tokoh Aliran Linguistik London (Firthian)
Tokoh atau pelopor
aliran Firthian adalah John Rupert Firth. Pengikut aliran Firth disebut kaum
Firthian. Firth adalah seorang linguis atau ahli linguistik aliran London. Dia
adalah guru besar General Linguistik
pada Universitas London dari tahun 1944 sampai dengan 1956. Alirannya di kemudian hari dikembangkan oleh murid
Firth yang bernama Halliday. Aliran Firth yang dikembangkan oleh Halliday dikenal
dengan sebutan Neo-Firthian (Busri,
2008:18-19,22).
3.2
Teori Linguistik London (Firthian)
3.2.1
Objek Kajian
Menurut
Firth, objek yang dikaji dalam linguistik adalah pemakaian bahasa secara
aktual. Sebab, pemakaian bahasa adalah salah satu bentuk kehidupan manusia dan
tuturan dilarutkan dalam hubungan antara anggota masyarakat. Firth menyadari
bahwa istilah bersifat idiosinkritik (Busri, 2008:18-19).
Idiosinkritik
adalah penyimpangan kaidah gramatika pada ragam bahasa seseorang atau
sekelompok orang sebagaimana terjadi. Misalnya, pada ujaran anak yang sedang memperoleh bahasa atau belajar bahasa kedua (KBBI,
1995:366).
3.2.2 Titik Berat Teori
Firth
Menurut
Hasan Busri, ada empat hal yang menjadi titik berat teori Firth, yaitu: (1)
komponen sosiologi, (2) teori makna, (3) analisis makna dalam bahasa level,
struktur, sistem, dan (4) teori fonologi (2008:19).
3.2.2.1
Komponen sosiologi
Sehubungan dengan
komponen sosiologi dalam kajian linguistik, John Rupert Firth mengembangkan
gagasan Baronislaw Malinowski tentang bahasa. Baronislaw Malinowski menyatakan
pentingnya menempatkan kata-kata dalam konteks keseluruhan ujaran pada
situasinya. Inilah yang disebutkan dengan the
context of situation. Bagi Malinowski konteks ini merupakan lingkungan
fisik sebenarnya darisatu ujaran.
Firth juga memakai istilah context of situation namun dengan makna
yang lebih umum dan abstrak. Bagi dia konteks tersebut adalah arena
hubungan-hubungan (field of relation),
yaitu hubungan antara orang-orang yang memainkan peran dalam masyarakat,
kata-kata yang mereka ujarkan, dan objek-objek lain, kejadian-kejadian dan
seterusnya yang ada hubungannya dengan orang-orang dan ujaran itu.
Dalam kajian hubungan bahasa dan
konteks sosial, Firth menolak formalism structural yang statis yang ditekankan
pada perbedaan langue dan parole dari de Saussure. Dengan ungkapan
lain, bahasa seharusnya dikaji sebagai bagian dari proses sosial, sebagai suatu
bentuk kehidupan manusia, tidak hanya sekedar seperangkat tanda-tanda arbitrer
atau sewenang-wenang (Busri, 2008:19).
3.2.2.2
Teori Makna
Konsep tentang makna dari Firth adalah sosial
dan behavioral. Kata-kata menjadi bagian dari kebiasaan, dan makna yang timbul
pada kata-kata itu adalah pola-pola tingkah laku, dan dalam pola ini kata-kata
tersebut mempunyai fungsi koordinasi. Kata-kata mengacu pada sesuatu dan
situasi yang disebut directive reference.
Dalam bahasa lisan, makna melibatkan tiga hal, yaitu: sikap terhadap acuan,
sikap terhadap lawan tutur, sikap terhadap tujuan dari suatu ujaran.
Ada gagasan dasar yang lain tentang
hakikat bahasa dan pemeriannya yang secara langsung dihubungkan dengan
pandangan Malinowski tentang makna, yaitu bahasa antara lain: (1) kalimat
adalah data bahasa yang paling dasar; (2) kata merupakan abstraksi sekunder. Ia
membatasi kalimat sebagai sebuah tuturan yang diikat oleh jeda yang dapat
didengar. Bagi Malinowski, kalimat
adalah piranti sosial yang sangat penting. Makna tuturan dalam lingkungan
tertentu dapat dilihat akibatnya dalam lingkungannya, kemudian baru dipilih
tuturan manakah yang patut terus dipertahankan dan mana yang tidak (Busri,
2008:20).
3.2.2.3
Analisis makna dalam bahasa level, struktur, sistem.
Dalam bidang sintaksis
Firth mengembangkan Teori Sanding Kata atau istilah lainnya collocation. Yang dimaksud collocation adalah dua kata atau lebih
yang dianggap sebagai butir-butir kosakata sendiri, dipakai sandingan antara
satu dan lainnya yang lazim dalam bahasa tertentu. Misalnya, dalam bahasa
Indonesia kata renta bersanding kata
dengan tua, kata belia bersanding kata dengan muda.
Hal ini menunjukkan bahwa butir-butir leksikal itu satu sama lainnya berkaitan.
Menurut Firth, kaitan
antara butir-butir leksikal terungkap dalam tiga bentuk, yaitu: probalistik,
implication, dan conceptual. Hubungan probalistik leksikal dikenal dengan
teori sanding kata dari makna kosakata (collocation
theory of lexical meaning). Contoh, sebagian kata malam untuk bisa atau mungkin bersanding kata dengan kata gelap.
Hubungan yang mungkin dimasuki
butir-butir bahasa tersebut dspst dibsgi dua, yaitu: (1) hubungan formal, dan
(2) hubungan situasional. Hubungan formal artinya hubungan antara satu butir
formal dan yang lainnya, misalnya hubungan anatara kosakata dengan sanding
katanya atau hubungan sintaksis dengan kategori-kategori gramatik. Sedangkan
hubungan situasional adalah hubungan antara butir-butir bahasa dengan
unsur-unsur non-verbal dari situasi ujaran. Oleh karena itu, kita mengenal
adanya makna formal (formal meaning)
dan makna situasional (situational
meaning).
Makna formal adalah makna yang
diperoleh satu butir kategori gramatik dalam hubungannya dengan butir gramatik
lainnya pada level sintaksis. Sedangkan makna situasional adalah hubungan
antara butir-butir atau kategori-kategori dengan segala unsur yang ada di luar
bahasa. Misalnya, situasi sosial.
Pada pokoknya dapat dikatakan bahwa
bahasa itu sistemik-tersusun atas system-sistem terdiri dari komponen-komponen
bahasa yang satu dan lainnya saling berhubungan. Dengan demikian bahasa itu
terdiri atas struktur dan sistem. Struktur dan semua derivasinya
semata-mata mengacu pada hubungan sintagmatik,
sedangkan system dengan derivasinya diterapkan pada hubungan paradigmatik. Struktur yang dimaksudkan
adalah tertib unsur-unsur secara horisontal. Sedangkan sistem adalah
seperangkat unit-unit secara vertikal yang dapat dipakai dalam suatu struktur
tertentu. Dengan analogi seperti ini, dalam bidang sintaksis ditemukan struktur
seperti SPO, yaitu Subjek, Predikat, Objek
(Busri, 2008:20-21).
3.2.2.
4 Teori Fonologi
Teori fonologi yang dikembangkan Firth
terkenal dengan sebutan analisis prosodik
(prosodic analysis) atau fonologi
prosodik (prosodic phonology). Fonologi
adalah bidang dalam linguistik yang menyelidi bunyi-bunyi bahasa menurut
fungsinya (KBBI, 1995:279). Dalam teori fonologi ini, Firth menolak teori
fonem.
Menurut
Firth, kelemahan analisis fonemik yang didasarkan sepenuhnya pada pemisahan
kesatuan ujaran ke dalam segmen-segmen dapat diatasi dengan pengenalan
fonem-fonem suprasegmental (suprasegmental
phonems).
Analisis
prosodi terdiri atas dua tipe yang merupakan satu kesatuan, yaitu (1) unit fonetik (phonematic unit) dan (2) prosodi
(prosody). Keduanya mengacu pada
cirri fonetik atau sekelompok ciri fonetik dari suatu ujaran. Yang dimaksud
unit fonetik adalah segmen-segmen yang disusun secara seri seperti konsonan dan
vokal. Sedangkan prosodi mengacu pada ciri-ciri fonetik yang meluas pada keseluruhan
atau bagian terbesar dari struktur, misalnya pola-pola intonasi. Dengan
demikian penitikberatan pada relevansi struktur, seperti suku kata, kata, dan
kalimat, analisis prosedik berusaha menghubungkan fonologi dan tatabahasa.
Dalam analisa prosodik, sistem fonologi
yang berbeda dapat disusun untuk struktur-struktur yang berbeda, misalnya
ciri-ciri yang terjadi pada awal satu suku kata dapat tidak sama dengan ciri
yang dapat terjadi pada akhir satu suku
kata dalam bahasa tertentu.
Selanjutnya
aliran London ini dikembangkan oleh Halliday, murid Firth, yang
dikenal dengan sebutan Neo-Firthian. Ajaran Halliday ini terkenal dengan
tatabahasanya systemic grammar
(tatabahasa sistematik). Halliday memaparkan secara garis besar tentang
tatabahasa sistemik, antara lain: (1) Form
(bentuk), organisasi dari substansi peristiwa yang pada arti, yaitu
tatabahasa dan leksis; (2) Substance
(substansi), materi fonik dan grafik; dan (3) Context (konteks) hubungan antara “bentuk” dan “situasi”, yaitu
semantik
. Halliday mengembangkan empat gagasan
penting sebagai kategori umum dalam bahasa, yaitu: unit, struktur, kelas, dan sistem. Unit merupakan suatu segmen pembawa pola pada segala level,
misalnya kalimat terdiri pola-pola “struktur klausa: subjek-predikator-komplementer-ajung”.
Kelas merupakan seperangkat butir-butir yang beroperasi dengan fungsi tertentu
dalam akar kata. Sedangkan sistem merupakan penyusunan paradigmatik dari
kelas-kelas dalam hubungan pilihan.
Halliday
menguraikan pula tentang linguistik sebagai studi atau kajian “bagaimana kita
mempergunakan bahasa untuk hidup”. Ia menolak “mentalis” maupun “mekanis” yang
ekstrim, dan menolak konsep tentang bahasa yang terdiri atas “bentuk” dan
“makna”. Dalam hal ini yang menjadi penekanan aliran Neo-Firthian adalah bahwa
makna adalah milik dari segala jenis pola yang ada dalam bahasa; kita tidak
dapat memerikan bahasa tanpa memerikan makna. Akan tetapi untuk memerikan
secara mendalam kita harus mengenal berbagai level bahasa-tatabahasa, fonologi, dan seterusnya.
Kategori-kategori untuk memerikan suatu
bahasa mesti didasarkan pada criteria-kriteria formal dan pada akhirnya mesti
dapat dihubungkan pada eksponen-eksponen dalam substansi fonik dan grafik,
namun tidak ada pemerian yang lengkap, tidak mengabaikan makna, apalagi makna
kontekstual.
4. Kontribusi Aliran Linguistik
Firthian
Bagi Kebahasaan
5. Kesimpulan
Munculnya
berbagai aliran linguistik menunjukkan bahwa ilmu bahasa bersifat dinamis,
yaitu mengalami perkembangan terus menerus dalam waktu dan zaman. Para pemerhati
bahasa pada zamannya menekankan atau memfokuskan pengkajian bahasa dengan menyelidiki
aspek tertentu bahasa.
Aliran linguistik
Firthian yang dipelopori oleh John Rupert Firth tampaknya menganut paham pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran yang …………………….
6. Sumber Bacaan
Busri,
Hasan. 2008. Kajian Bahasa. Malang: UIN Maliki.
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 1995. Jakarta: Balai Pustaka
Winarsih,
Suko. 2009. Linguistik Umum. Malang: Surya Pena Gemilang