Walaupun yang paling efektif merubah citra adalah merubah realitas, namun
peran budaya dan bahasa Indonesia dalam diplomasi sangat krusial. Tingginya
minat orang asing belajar bahasa dan budaya Indonesia harus disambut positif.
Kalau perlu Indonesia
menambah Pusat Kebudayaan Indonesia
di sejumlah negara, guna membangun saling pengertian dan perbaiki citra .
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri
Andri Hadi mengemukakan hal itu ketika tampil pada pleno Kongres IX Bahasa
Indonesia, yang membahas Bahasa Indonesia sebagai Media Diplomasi dalam
Membangun Citra Indonesia di Dunia Internasional, Rabu (29/10) di Jakarta.
"Saat ini ada 45 negara yang ada mengajarkan bahasa Indonesia, seperti
Australia, Amerika, Kanada, Vietnam, dan banyak negara lainnya," katanya.
Mengambil contoh Australia,
Andri Hadi menjelaskan, di Australia bahasa Indonesia menjadi bahasa populer
keempat. Ada sekitar 500 sekolah mengajarkan
bahasa Indonesia.
Bahkan, anak-anak kelas 6 sekolah dasar ada yang bisa berbahasa Indonesia.
Untuk kepentingan diplomasi dan menambah pengetahuan orang asing tentang
bahasa Indonesia, menurut Dirjen Informasi dan Diplomasi Deplu ini, modul-modul
bahasa Indonesia di internet perlu diadakan, sehingga orang bisa mengakses di
mana saja dan kapan saja.
Di samping itu, keberadaan Pusat Kebudayaan Indonesia di sejumlah negara sangat
membantu dan penting. Negara-negara asing gencar membangun pusat kebudayaannya,
seperti China
yang dalam tempo 2 tahun membangun lebih 100 pusat kebudayaan. Sedangkan bagi Indonesia
untuk menambah dan membangun Pusat Kebudayaan terkendala anggaran dan sumber
daya manusia yang andal.
Dalam sesi pleno sebelumnya, Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
Dendy Sugono yang berbicara tentang Politik Kebahasaan di Indonesia untuk
Membentuk Insan Indonesia yang Cerdas Kompetitif di atas Fondasi Peradaban
Bangsa, mengatakan, tuntutan dunia kerja masa depan memerlukan insan yang
cerdas, kreatif/inovatif, dan berdaya saing, baik lokal, nasional, maupun
global.
Untuk memenuhi keperluan itu, sangat diperlukan keseimbangan penguasaan
bahasa ibu (bahasa daerah), bahasa Indonesia, dan bahasa asing untuk
mereka yang berdaya saing global, tandasnya.
Dendy Sugono melukiskan, kebutuhan insan Indonesia cerdas kompetitif itu,
untuk lo kal meliputi kecerdasan spiritual, keterampilan, dan bahasa daerah .
Untuk kebutuhan nasional meliputi kecerdasan emosional, kecakapan, dan bahasa Indonesia.
Sedangkan untuk global dibutuhkan kecerdasan intelektual, keunggulan, dan
bahasa asing.
Bahasa SMS
Deputi Bidang Pengembangan Kepemimpinan Pemuda Kementerian Negara Pemuda dan
Olahraga M Budi Setiawan, narasumber pleno yang membahas Pemantapan Kemampuan
Berbahasa Generasi Muda dalam Membangun Citra Bangsa mengatakan kalangan
generasi muda telah melanggar sumpahnya, sebagaimana yang diikrarkan dalam
Sumpah Pemuda, 80 tahun lalu.
"Dalam sumpahnya menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia, namun
dalam keseharian generasi muda menggunakan bahasa yang sulit dimengeri, kecuali
oleh komunitas tertentu, seperti bahasa gaul, bahasa prokem, atau bahasa tulis
melalui pesan singkat (sms) di telepon seluler, yang bisa dikategorikan sebagai
bahasa sms," katanya.
Menurut Budi, munculnya bahasa gaul, bahasa prokem
atau bahasa sms, tak perlu dikhawatirkan, karena hanya digunakan untuk
komunikasi pada komunitas tertentu. Suatu saat akan hilang. Namun demikian,
tanggung jawab kita bagaimana memantapkan dan memaksimalkan peran bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan di Indonesia,
untuk menghasilkan lulusan yang unggul dan berdaya saing tinggi dan mandiri.
Yurnaldi
0 comments:
Post a Comment