Oleh Robert Todd Carrol, 2004
“Sebuah pikiran yang luas tidak dapat digantikan dengan kerja keras”
–Nelson Goodman_
“Baik guru dan pelajar tidur di kamar mereka masing-masing saat tidak ada musuh di lapangan.”
–John Stuart Mill, On Liberty
Seorang
pemikir kritis bukan orang yang dogmatis bukan pula orang yang ceroboh.
Ciri yang paling jelas dari sikap seorang pemikir kritis adalah
keterbukaan pikiran dan skeptisme. Karakteristik ini tampaknya
kontradiktif bukannya saling melengkapi. Di satu sisi, seorang pemikir
kritis diharapkan mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda dari sudut
pandangnya sendiri. Di sisi lain, seorang pemikir kritis diharapkan
mengenali klaim mana yang tidak memenuhi penyelidikan. Juga, kadangkala
apa yang tampak seperti berpikiran terbuka sebenarnya kecerobohan dan
apa yang tampak seperti skeptisme sebenarnya berpikiran tertutup. Bagi
anda, anda berpikiran terbuka saat anda menghadapi sang paranormal
mengenai bom di pesawat.
Bagi bos anda, anda orang yang ceroboh. Di sisi lain, bila anda
mengabaikan klaim sang paranormal dan menganggapnya berkhayal walaupun
ia bermaksud membuktikan kemampuan paranormalnya dengan membaca pikiran
anda, maka anda telah melintasi batas dari skeptisisme yang sehat menuju
ke pemikiran yang tertutup.
Untuk ahli dan adil dalam mengevaluasi keyakinan
dan perbuatan, anda perlu mencari berbagai sudut pandang dan posisi
dalam isu yang ingin kita nilai. Berpikiran terbuka berarti bersedia
memeriksa isu dari sebanyak mungkin sudut pandang, memeriksa point yang
baik dan buruk dari beragam sisi yang akan diperiksa.
Salah
satu tujuan dalam memeriksa posisi dan penalaran orang lain harusnya
memburu kebenaran bukannya mencari kesalahan. Berpikiran terbuka tidak
berarti semata mendengarkan atau membaca sudut pandang yang berbeda dari
diri sendiri. Ini artinya menerima kalau orang lain dapat memikirkan
sesuatu yang kita lebihkan atau kalau kita sendiri bisa salah. Ini
mungkin menyakitkan, namun harus anda akui kalau boss anda telah membawa
point yang bagus saat ia mengingatkan anda kalau tidak ada bukti ada
yang mampu menggunakan kekuatan paranormal untuk menemukan bom di
pesawat. Anda harus akui kalau anda salah karena tidak mempertimbangkan
fakta ini.
Sebagian besar dari kita
memiliki sedikit kesulitan dalam berpikiran terbuka mengenai
masalah-masalah yang tidak penting bagi kita. Dalam kasus demikian,
kemungkinan kalau kita salah tidaklah terlalu mengancam. Bila kita
salah, kita dapat merubah pikiran kita tanpa merasa malu atau
dipermalukan. Namun bila isu ini erat kaitannya dengan kita atau yang
kita merasa keterikatannya kuat dengan kita, menjadi lebih sulit bagi
kita untuk berpikiran terbuka. Semakin sulit untuk menerima fakta kalau
kita mungkin salah atau bahwa pandangan lain mungkin lebih masuk akal
daripada kita.
Bagaimana kita
mengatasi kecenderungan untuk berpikiran tertutup pada isu yang penting?
Pertama, kita harus mengatasi perasaan terancam saat sebuah keyakinan
dilawan. Salah satu cara mengatasi perasaan ini adalah mencari sendiri
keyakinan yang paling masuk akal dan cara paling masuk akal untuk
bertindak.
Mendekati semua isu penting
dengan pandangan untuk meningkatkan keyakinan anda tidak berarti kalau
anda harus berpikir kalau pandangan anda salah. Ia memang menunjukkan
kalau anda harus mampu mundur dari keyakinan anda untuk mengevaluasinya
bersama dengan sudut pandang lain. Pastinya, setiap orang perlu
seperangkat keyakinan untuk hidup secara bermakna. Namun, bila keyakinan
tersebut tidak fleksibel dan tidak dapat berubah, kekakuannya sendiri
akan melawan anda saat anda paling memerlukannya, yaitu di saat krisis
pribadi.
Menjadi seorang pemikir
kritis, dengan kata lain, memerlukan lebih dari sekedar menguasai
sederetan keahlian; ia membutuhkan semangat atau sikap tertentu. Kadang
semangat ini salah dipandang sebagai negatif semata. Sungguh, manfaat
utama penggunaan kata ‘kritis’ adalah untuk menunjukkan sebuah titik
untuk menemukan kesalahan atau menilainya dengan besar-besaran. Namun
mengungkapkan kesalahan atau keburukan dalam penalaran sendiri atau
orang lain hanyalah sebagian dari berpikir kritis.
Seseorang harus menyuburkan skeptisme yang sehat bersama dengan
kemampuan untuk berpikiran terbuka, khususnya saat mempertimbangkan
sudut pandang yang bertentangan dengan diri sendiri. Terlalu banyak
skeptisme membawa pada keraguan atas segalanya dan tidak membawa
kemana-mana; terlalu sedikit skeptisme membawa pada kecerobohan. Kita
tidak mesti terlalu menuntut sehingga kita menjadi yakin atau melakukan
tindakan hanya bila kita mutlak tahu kalau kita benar. Di sisi lain,
kita tidak boleh menerima klaim semata karena orang yang membuat klaim
tampak “normal” atau karena mayoritas atau para ahli atau host acara
talk show mengatakannya.
Di sisi lain,
berpikiran terbuka tidak berarti kalau seseorang punya kewajiban untuk
memeriksa setiap gagasan atau klaim yang dibuat. Sebagai contoh, saya
telah mempelajari klaim keghaiban dan supernatural selama
bertahun-tahun. Saat seseorang mengatakan alien telah menculiknya, namun
ia tidak memiliki bukti fisik penculikannya, Saya tidak merasa perlu
menyelidiki isu ini lebih mendalam. Namun bila satu-satunya bukti
penculikan ini adalah bahwa orang yang diculik tidak ingat apa yang
terjadi dengannya beberapa jam atau hari dan ia memiliki tanda di
tubuhnya yang ia tidak dapat jelaskan – klaim umum orang yang merasa
diculik – maka kecenderungan saya ada pada penjelasan alami atas
hilangnya ingatan dan mengenai tanda tersebut. Ia mungkin berbohong
karena ia tidak ingin orang lain tahu dimana ia waktu itu berada; atau
ia menyingkirkan penyebab alami atau yang dibuatnya sendiri lalu
kemudian bermimpi atau berkhayal. Sebagian besar dari kita memiliki
goresan dan memar yang tidak kita ketahui asalnya. Apakah Saya
berpikiran tertutup? Saya rasa tidak. Walau begitu, bertahun-tahun yang
lalu, saat saya mendengar tentang UFO dan penculikan alien pertama
kalinya, saya mungkin berpikiran tertutup dan tidak menyelidikinya. Saat
seseorang mempelajari sebuah isu secara mendalam, berpikiran terbuka
tidak berarti kalau anda harus membiarkan pintu terbuka dan membiarkan
semua gagasan masuk untuk menyingkirkan jalan anda. Kewajiban anda
satu-satunya adalah tidak mengunci pintu di belakang anda.
Seseorang
yang berpikiran terbuka yang tidak berpengalaman dan tidak
berpengetahuan mesti bersedia menyelidiki masalah yang tidak perlu
diselidiki oleh orang yang berpengalaman dan berpengetahuan. Seorang
pemikir kritis harus menemukan hal-hal untuknya sendiri, namun saat ia
telah menemukannya ia tidak boleh menjadi berpikiran tertutup semata
karena pendapatnya kini berpengetahuan! Jadi, lain kali anda mendengar
seorang pendukung proyeksi astral, regresi kehidupan lalu, atau
penculikan alien menuduh seorang skeptik berpikiran tertutup, coba
pikirkan kemungkinan kalau sang skeptik tidak berpikiran tertutup.
Mungkin ia telah tiba pada keyakinan yang berpengetahuan. Juga mungkin
kalau sang penuduh adalah pendebat yang cerdas yang tau kalau menyerang
seorang lawan dengan tuduhan berpikiran tertutup sering merupakan taktik
yang sukses dalam seni persuasi.
Ada
beberapa isu yang tidak mungkin membuat seseorang menjadi berpikiran
terbuka. Saya memikirkan isu yang bukan, dengan meminjam istilah William
James, pilihan yang hidup. Tidak mungkin bagi saya untuk
mempertimbangkan secara serius klaim kalau Muhammad adalah Nabi, lebih
dari kemungkinan bagi seorang Muslim mempertimbangkan kalau Siddhartha
Gautama adalah inkarnasi ilahi. Sebelum seseorang dapat berpikiran
terbuka dalam arti yang kita bahas disini, sebuah isu harus hidup bagi
orang tersebut. Isu ini harus berada dalam lingkup keyakinan yang
mungkin pada orang tersebut. Walau begitu, bahkan bila sebuah keyakinan
bukan pilihan hidup bagi anda, adalah mungkin untuk berpikiran cukup
terbuka untuk mencoba memahami apa yang membuat orang memiliki keyakinan
tersebut. Tidak mungkin bagi saya percaya kalau Muhammad adalah Nabi,
namun mungkin bagi saya untuk memahami terdiri dari apa sajakah
keyakinan tersebut. Saya dapat mempelajari Islam, mendengarkan seorang
muslim, dan mencoba memahami keyakinan mereka.
Saya
akan mencoba mengklarifikasikan hubungan kompleks antara keterbukaan
pikiran dan skeptisme dalam contoh lain, yang diambil dari seorang guru
berpikir kritis, Connie Misimer. Ia menceritakan kisah di sebuah
konferensi berpikir kritis. Seorang siswa percaya kalau mengucapkan
sebuah mantra (frase yang diulang-ulang, seperti “Gopaugovinda,
Gopaugovinda….”) saat ia berkendara mencari ruang untuk parkir akan
membuatnya menemukan tempat parkir yang kosong. Sebagian besar guru
berpikir kritis akan skeptik pada klaim kalau sebuah ucapan akan
berpengaruh pada lalu lintas atau ruang parkir. Kita tidak akan
menyelidiki klaim demikian karena kita akan menganggapnya absurd atau
trivial begitu saja: absurd bila klaim kalau mengucapkan mantra
menyebabkan ruang parkir terbuka; trivial bila ia berarti kalau ia
selalu menemukan ruang parkir untuk mobilnya. Beberapa guru mungkin
mengejek sang siswa karena ceroboh. Ibu Misimer, walau begitu, mengambil
pendekatan lain. Ia menyarankan siswanya membuat percobaan terkendali
untuk menguji klaimnya. Sang siswa dapat, misalnya, mengucapkan mantra
sebarang hari secara acak dan mencatat apakah ia lebih sukses dalam hari
dimana ia mengucapkan mantra. Ia perlu bantuan beberapa siswa lain
untuk melakukan hal yang sama. Mereka dapat membandingkan catatan
setelah beberapa minggu dan melihat apakah ada perbedaan dalam tingkat
kesuksesan. Saya tidak perlu menjelaskan secara detil bagaimana hal ini
membawa pada siswa yang akan memeriksa klaimnya secara kritis, dan
menemukan sendiri klaim ini salah atau trivial. Point kuncinya adalah
bahwa siswa tersebut mesti cukup berpikiran terbuka untuk bersedia
menguji keyakinannya. Yang lain dengan pengalaman dan pengetahuan lebih
banyak tidaklah berpikiran tertutup, walaubegitu, semata karena mereka
tidak menguji klaimnya sendiri. Lebih jauh, semata menganggap klaim
orang lain itu konyol, seberapapun benarnya pandangan tersebut, akan
menutup perkembangan pemikiran kritis.
Kita
perlu hati-hati agar tidak menjadi begitu cinta dengan keyakinannya
sehingga ia tidak mampu mengenali saatnya untuk berubah. Ingat kalau
Swiss lah yang menemukan jam tangan quartz namun gagal mempatenkannya
karena mereka yakin dunia akan selalu membeli alat mekanik tradisional
yang begitu ahli diproduksi Swiss. Kegagalan berpikiran terbuka untuk
mempertimbangkan bahwa jam tangan quartz akan menjadi sangat populer
membuat Swiss kehilangan miliaran dolar dan ribuan pekerjaan.
Akhirnya,
sikap dari pemikir kritis harus ditandai oleh kerendahan hati
intelektual. Apapun yang pada akhirnya kita yakini harus dipandang
bersifat sementara (tentatif). Kita harus selalu siap memeriksa bukti
dan argumen baru, bahkan bila pemeriksaan kita menemukan kalau keyakinan
kita ternyata salah. Singkatnya, kesombongan, seperti dicatat oleh Socrates,
tidak menguntungkan pemikir yang kritis. Walau begitu, seperti yang
akan kita lihat, memiliki sifat yang benar belum cukup. Ada banyak
faktor yang membatasi atau menutupi keinginan kita untuk menjadi pemikir
kritis.
sumber : http://www.faktailmiah.com/2010/06/27/sikap-seorang-pemikir-kritis-berpikiran-terbuka-skeptis-dan-tentatif.html
0 comments:
Post a Comment