E. Hubungan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Daerah dan Bahasa Asing
Indonesia adalah negara yang wilayahnya sangat
luas dan terdiri dari berbagai suku bangsa,dengan berbagai bahasa
daerah,serta berbagai latar belakang budaya yang tidak sama . Kalau kita
berstandarpada peta bahasa yang dibuat Lembaga Bahasa Nasional(kini
Pusat Bahasa) tahun 1972 ada sekitar 480 buah bahasa daerah dengan
jumlah penutur setiap bahasa berkisar antara 100 orang (ada di Irian
Jaya) sampai yang lebih dari 50 juta (penutur bahasa Jawa). Perhitungan
yang tepat mengenai banyaknya bahasa daerah yang ada di Indonesia memang
agak sukar dilakukan . Pertama, pengertian mengenai beda
antara bahasa dan dialek sering kali terkacaukan. Misalnya, yang
disebut bahasa Pakpak dan bahasa Dairi dari Sumatera Utara secara
linguistik adalah satu bahasa yang sama karena tata bunyi, tata bahasa,
dan leksikonnya sama; dan anggota kedua masyarakat tutur kedua bahasa
itu dapat saling mengerti (mutually intelligible); tetapi
masyarakat bahasa di sana menganggap sebagai dua bahasa yang berbeda.
Sebaliknya,bahasa Jawa Cirebon yang sudah sangat jauh bedanya dengan
dialek bahasa Jawa yang lain, masih dianggap sebagai bahasa Jawa. Kedua, seperti
dilaporkan Tallei (1976), Yahya (1977), dan Danie (1987) banyak penutur
bahasa daerah di Sulawesi Utara yang menyamakan dialek Melayu Manado
sama dengan bahasa Indonesia; tetapi sebaliknya banyak penutur bahasa
Melayu di Riau yang menganggap bahasa yang mereka gunakan bukan bahasa
Indonesia. Ketiga, penelitian yang lebih akurat tentu membutuhkan
tenaga dan dana yang tidak sedikit mengingat betapa luasnya negara
Republik Indonesia.
Keadaan kebahasaan di Indonesia kini, pertama, ditandai dengan adanya sebuah bahasa nasional yang sekaligus juga menjadi bahasa negara, yaitu bahasa Indonesia; kedua,adanya ratusan bahasa daerah seperti yang disebutkan diatas; dan ketiga,
bahasa ini secara sendiri-sendiri mempunyai masalah, dan menimbulkan
masalah yang cukup kompleks. Masalah yang dihadapi adalah berkenaan
dengan status sosial dan politik ketiga bahasa itu, masalah
penggunaannya, masalah saling pengaruh di antara ketiganya, masalah
pembinaan, pengembangan, dan pengajarnya .
Status sosial politik, dalam arti kedudukan dan fungsi, ketiga bahasa
itu telah dirumuskan dalam seminar politik bahasa nasional yang
diadakan di Jakarta bulan Februari tahun 1975. Bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Kedudukannya
sebagai bahasa nasional dimulai ketika dalam Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928, para pendahulu kita mengangkatnya dari bahasa Melayu, yang
sejak abad ke-16 telah menjadi lingua franca di seluruh Nusantara,
menjadi bahasa persatuan, yang akan digunakan sebagai alat
perjuangan nasional. Kedudukannya sebagai bahasa negara berkenaan dengan
ditetapkannya di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36, yang
menyatakan bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Sebagai bahasa
nasional,bahasa Indonesia menjalankan tugas sebagai (1) lambang
kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) sarana
penyatuan bangsa, dan (4) sarana perhubungan antarbudaya dan daerah.
Lalu, dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
bertugas sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi
di lembaga-lembaga pendidikan, (3) sarana perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan serta pemerintahan, dan (4) sarana pengembangan kebudayaan
dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta tekhnologi modern.
Bahasa-bahasa lain yang merupakan bahasa penduduk asli seperti bahasa
Jawa, bahasa Sunda, bahasa bali,bahasa Bugis, dan sebagainya
berkedudukan sebagai bahasa daerah. Kedudukan bahasa-bahasa daerah ini
dijamin kehidupan dan kelestarannya seperti dijelaskan pada Pasal 36.
Bab XV Undang-Undang Dasar 1945. Bahasa Daerah mempunyai tugas sebagai
(1) lambang kebanggan daerah, (2) lambang identitas daerah, (3) sarana
perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah, dan (4) sarana
pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah. Bahasa daerah bertugas
pula sebagai (1) penunjang bahasa nasional, (2) sumber bahan
pengembangan bahasa nasional, (3) bahasa pengantar pembantu pada tingkat
permulaan di sekolah dasar di daerah tertentu untuk memperlancar
pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain. Jadi, bahasa-bahasa
daerha ini secara sosial politik merupakan bahasa kedua.
Bahasa-bahasa lain yang bukan milik penduduk asli seperti bahasa
Cina, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan
bahasa Perancis, berkedudukan sebagai bahasa asing. Di dalam
kedudukannya sebagai bahasa asing, bahasa-bahasa tersebut bertugas
sebagai (1) sarana perhubungan antar bangsa, (2) saran pembantu
pengembangan bahasa Indonesia, dan (3) alat untuk memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern bagi kepentingan pembangunan nasional.
Jadi, bahasa-bahasaasing ini merupakan bahasa ketiga didalam wilayah
negara Republik Indonesia.
Bahasa yang mula-mula dipelajari seorang anak, biasanya dari
lingkungan keluarganya, disebut bahasa pertama atau bahasa ibu. Sebagian
besar anak Indonesia memiliki bahasa pertama adalah bahasa daerahnya
masing-masing. Kemudian jika pergi ke sekolah dan mempelajari bahasa
Indonesia, maka bahasa Indonesia tersebut sebagai bahasa kedua. Kalau
kelak berikutnya di sekolah menengah dia belajar pula bahasa Inggris,
maka bahasa Inggris itu disebut bahasa ketiga.
Banyaknya bahasa yang digunakan di Indonesia , terutama di kota-kota
besar, ditambah dengan mobilitas penduduk yang cukup tinggi, menyebabkan
terjadinya kontak bahasa dan budaya beserta dengan segala peristiwa
kebahasan sperti bilingualisme, alih kode, campur kode, dan
interferensi, dan integrasi. Maka, kebanyakan orang Indonesia pun
menjadi manusia-manusia yang bilingual maupun multilingual.
Sejak diterapkannya di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai bahasa
resmi kenegaraan, pemakaian bahasa Indonesia semakin meluas; boleh
dikatakan sudah mencakup seluruh wilayah negara Republikm Indonesia,
meskipun menurut sensus penduduk 1980, yang dapat berbahasa Indonesia
baru 12%. (Bandingkan: yang berbahasa Jawa ada 40% dan berbahasa Sunda
15%).
Pennggunaan bahasa Indonesia semakin hari semakin meluas, dan jumlah
penuturnya sangat banyak. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan, Pertama,
karena bahasa Indonesia memiliki status sosial yang tinggi, yaitu
sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan. Bahasa daerah yang
jumlah penuturnya relatif besar, wilayah pemakaiannya relatif luas, dan
didukung oleh adat istiadat dan budaya yang kuat dapat dipastikan ttidak
akan ditinggalkan oleh para penuturnya, setidaknya dalam jangka waktu
yang relatif lama. Tetapi bahasa daerah yang jumlah penuturnya relatif
sedikit ,ada kemungkinan ditinggalkan oleh penuturnya.
0 comments:
Post a Comment